Latest News

Showing posts with label Peringatan. Show all posts
Showing posts with label Peringatan. Show all posts

Sunday, July 16, 2017

“Iman yang Bekerja oleh Kasih”

“Iman yang Bekerja oleh Kasih”



Setelah pembahasan di atas dan sebelum melanjutkan ke pembahasan berikutnya, saya ingin menambahkan beberapa hal tentang kasih. Saya percaya ini perlu dilakukan karena perbuatan iman di dalam Perjanjian Baru merujuk pada perbuatan-perbuatan yang tenaga pendorongnya adalah kasih. Galatia 5:5 meringkaskan hal ini dengan baik sekali:
Galatia 5:6
“Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.”
Di sini semuanya dirangkumkan dalam satu frasa: Iman, kasih, perbuatan! Tak satu pun darinya dapat berdiri sendiri. Perbuatan tanpa iman tidak memiliki validitas. Perbuatan yang tidak dimotivasi oleh kasih tidak ada manfaatnya. Sebagaimana Paulus katakan dalam 1 Korintus 13:1-3:
“Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.”
Kemudian ia melanjutkan dengan memaparkan apa yang dilakukan oleh kasih dan apa yang tidak dilakukan oleh kasih:
1 Korintus 14:4-8, 13
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. … Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.”
Jelas sekali bahwa kasih itu tidak pasif.
Jadi, sebagaimana perbuatan tanpa kasih sebagai pendorong tidak ada manfaatnya, demikian juga kasih tanpa disertai perbuatan bukanlah kasih yang nyata. Sebagaimana Yohanes katakan kepada kita:
1 Yohanes 3:16-18
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”
Kasih yang sejati adalah kasih yang diwujudkan dalam tindakan, yang diwujudkan dengan perbuatan dan di dalam kebenaran.
Jadi, kita dapat melihat bahwa iman, perbuatan dan kasih bukan sesuatu yang terpisah satu dengan yang lain. Yakobus mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati (Yakobus 2:17) dan Paulus mengatakan bahwa perbuatan tanpa kasih tidak ada faedahnya. Lebih jauh lagi, Yohanes mengatakan bahwa kasih tanpa perbuatan bukanlah kasih yang sejati. Jadi apakah iman yang sejati itu? Iman yang sejati adalah iman yang memiliki semuanya itu. Iman yang sejati adalah: “iman yang bekerja oleh kasih”.

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus: Kesimpulan

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus: Kesimpulan



Sebagai kesimpulan dari bab ini, jelaslah bahwa Tuhan kita sama sekali tidak berkenan kepada iman yang tidak berbuah. Perkataan-perkataan-Nya membuka jalan bagi pemahaman yang benar tentang apa artinya percaya kepada Yesus dan memiliki iman di dalam Yesus. Dan ini sama sekali bukan sekadar pengakuan, tetapi sebagaimana yang rasul Paulus ajarkan (lihat bab selanjutnya), ini merupakan sebuah pertandingan yang harus dijalankan dan perjuangan yang harus diperjuangkan. Tinggal di dalam Dia, bukanlah sebuah pilihan, melainkan kewajiban, dan bagi mereka yang tidak tinggal di dalam Dia, mereka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Namun sayangnya, banyak orang memilih untuk mengabaikan kebenaran ini, karena percaya bahwa yang terpenting adalah saat memulai dalam iman. Tentu saja memulai dalam iman sangat penting (kita tidak mungkin menyelesaikan sesuatu tanpa memulainya), tetapi saya ingin katakan bahwa yang jauh lebih penting adalah memulai DAN menyelesaikan di dalam iman, tetap tinggal pada pokok anggur, tetap tinggal di dalam Kristus, hingga pada akhirnya dan menyingkirkan apa pun yang ingin mengalihkan kita dari kebenaran ini.

Perumpamaan tentang sepuluh gadis

Perumpamaan tentang sepuluh gadis



Kita dapat membaca tentang perumpamaan ini dalam Matius 25:1-13. Di sana kita membaca:
"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."
Mengenai pelita dalam perumpamaan, Barney menjelaskan dalam ulasannya:
“”Pelita” yang dipergunakan dalam acara pernikahan lebih menyerupai “obor minyak”. Pelita dibuat dengan cara melilitkan kain di sekeliling potongan besi atau gerabah, terkadang dibuat rongga untuk memuat minyak, dan diikatkan ke pegangan dari kayu. Obor-obor ini dicelupkan dalam minyak, dan menghasilkan terang yang besar” (Penekanan ditambahkan).
Bila ulasannya benar, ini berarti pada awalnya kesepuluh gadis itu semuanya memiliki minyak untuk pelita mereka. Dari teksnya pun jelas dikatakan bahwa kesepuluh gadis, pada mulanya, menanti-nantikan Tuhan, dan menunggu kedatangan pengantin laki-laki. Tetapi, lima gadis yang bodoh tidak membawa minyak tambahan. Mungkin mereka berharap Tuhan akan segera datang sehingga mereka merasa tidak perlu membawanya, atau mereka tidak peduli. Namun, lima gadis bijaksana menyadari bahwa mereka tidak tahu “hari dan saat” kedatangan Tuhan dan mereka tidak ingin pelita mereka padam. Jadi, mereka membawa persediaan minyak yang dibutuhkan. Tuhan akhirnya datang pada waktu tengah malam, pada saat yang tidak disangka-sangka. Tetapi, kelima gadis bodoh sudah kehabisan minyak mereka. Pelita mereka sudah padam. Ketika Tuhan datang, mereka tidak dalam keadaan siap sedia dan mereka tidak dapat masuk ke ruang perjamuan kawin. Ketika mereka sampai di pintu, mereka mendapati pintu itu tertutup dan Tuhan, alih-alih membukakan pintu dan menyambut mereka meskipun mereka terlambat, Ia berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu”.
Bahwa Tuhan mengatakan perumpamaan ini untuk mengingatkan kita, terlihat jelas dari perkataan terakhir dari perumpaan ini, di mana kita membaca:
Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”
Sekali lagi, “kamu” di sini bukan para pendengar umum atau orang-orang Farisi, melainkan para rasul dan murid-Nya (lihat di awal pengajaran ini dalam Matius 24:4). Dengan kata lain, apa yang ingin Tuhan katakan kepada kita, murid-murid-Nya, adalah: oleh karena kamu sudah melihat sendiri apa yang terjadi pada kelima gadis yang tidak siap, maka kamu harus berjaga-jaga, kamu harus waspada! Apabila ini dianggap tidak relevan bagi kita, jika kita menganggap kita pasti akan masuk ke dalam Kerajaan Allah, terlepas apakah kita termasuk orang yang awalnya percaya namun akhirnya murtad, ataukah kita termasuk orang yang ikut bertanding sampai garis akhir atau orang yang tinggal pada pokok anggur, maka tidak ada alasan bagi Tuhan untuk mengatakan kepada kita “Karena itu berjaga-jagalah”. Bahkan, tidak ada alasan untuk Dia memberi kita perumpamaan ini. Namun Tuhan, di akhir pelayanan-Nya (hanya dua hari sebelum penyaliban) dan Ia berbicara bukan kepada pendengar umum tetapi kepada rasul-rasul dan murid-murid-Nya sendiri, memilih untuk memberi peringatan ini. Ini hanya berarti bahwa bahaya karena didapati kehabisan minyak, bahaya karena didapati tidak lagi tinggal dalam Dia adalah nyata, dan konsekuensinya pun nyata. Orang-orang yang didapati dalam keadaan seperti itu, tidak akan mendengar suara penyambutan dari Sang Tuan. Mereka akan mendengar apa yang dikatakan-Nya kepada lima gadis yang kehabisan minyak: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu”.

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus



Sungguh mengherankan betapa jarang kita mendengar khotbah di gereja-gereja barat tentang apa yang Tuhan Yesus Sendiri ajarkan, terutama tentang perkataan-Nya yang dianggap banyak orang sebagai “perkataan-perkataan yang keras”. Namun, perkataan-perkataan itu keras hanya apabila kita mencoba menjelaskannya sambil mengenakan kacamata doktrin yang mengatakan bahwa keselamatan diperoleh bukan melalui iman yang hidup, yang berlangsung terus menerus, melainkan melalui iman yang statis, iman pada suatu ketika, yang berarti juga tidak masalah apabila iman itu tidak berbuah. Maka ya, perkataan-perkataan keras itu akan sangat sulit untuk dipahami. Namun, apabila kita melepas kacamata tersebut, perkataan-perkataan Tuhan itu akan menjadi SANGAT jelas.
Sebelum mulai menyimak apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, saya perlu mengatakan bahwa ada orang-orang yang berusaha mengabaikan perkataan-perkataan Tuhan berdasarkan teori bahwa perkataan-perkataan itu tidak merujuk kepada kita, tetapi kepada orang-orang Yahudi yang masih hidup di bawah Hukum Taurat. Dengan demikian, mereka menggolongkan perkataan-Nya sedikit di atas Perjanjian Lama, dan dalam hal apa pun, dianggap tidak serelevan surat-surat yang ditulis oleh para rasul, sehingga mereka seakan-akan menciptakan pertentangan yang palsu antara apa yang Tuhan Yesus katakan dengan apa yang murid-murid-Nya katakan. Namun, dalam studi ini kita akan melihat bahwa tidak ada pertentangan seperti itu. Apa yang Tuhan katakan dan apa yang murid-murid-Nya ajarkan berada dalam harmoni yang mutlak satu dengan yang lain. Namun, bagi mereka yang memiliki pandangan seperti itu, silakan melihat lampiran kedua dari studi ini, di mana saya menjelaskan secara terperinci mengapa pandangan seperti itu salah. Sekarang, mari kita lanjutkan dengan perkataan Tuhan Yesus.

“Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri”

“Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri”



Kita lanjutkan dengan orang-orang yang termasuk dalam kategori ketiga dalam perumpamaan tentang penabur: mereka adalah orang-orang yang telah mendengar Firman, tetapi “dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekhawatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang1”. Mereka ini bukan orang-orang yang tidak menerima Firman. Orang yang tidak menerima Firman karena mereka tidak memahaminya dan Iblis segera mencuri Firman itu dari hati mereka, termasuk dalam kategori yang pertama. Sebaliknya, orang-orang dalam kategori ketiga ini, memiliki hati untuk Firman, tetapi mereka juga memiliki hati untuk kekayaan dan kenikmatan hidup serta berbagai tipu daya kekayaan. Jadi, kita melihat di sini bahwa tidaklah cukup untuk menerima Firman untuk dapat menghasilkan buah. Firman itu sendiri tidak akan menghasilkan buah apabila si pesaing Firman yaitu kekhawatiran (atau memedulikan apa yang dunia pedulikan2), tipu daya kekayaan dan kenikmatan hidup, tidak dicabut atau dibasmi. Apabila tidak dicabut, hasilnya adalah “orang-orang kristiani” duniawi yang tidak berbuah. Orang-orang seperti ini mungkin mengerti dan pada awalnya menerima Firman itu, namun tidak ada buah yang dihasilkan. Hal-hal lain yang tidak dibasmi membuat Firman tidak bertumbuh dan tidak menghasilkan buah.
Benarlah apa yang dikatakan dengan begitu jelas oleh Tuhan, bahwa tidaklah mungkin untuk seorang hamba melayani dua tuan. Dalam perjalanan waktu, salah satu dari keduanya harus pergi:
Lukas 16:13
Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Dan dalam Lukas 21:34, kembali Ia memperingatkan kita: “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”
Juga Yohanes mengatakan kepada kita:
1 Yohanes 2:15-17
“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.”
Dan Yakobus menyebut mereka yang bersahabat dengan dunia sebagai orang-orang yang tidak setia:
Yakobus 4:4
Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.”
Seseorang yang telah menikah dengan pasangannya, namun berselingkuh adalah orang yang tidak setia. Mereka yang mencintai dunia, kekayaan, serta kesenangan duniawi juga disebut orang-orang yang tidak setia. Mengapa? Karena mereka meninggalkan Kristus, Sang Mempelai Laki-Laki, demi untuk mengejar dunia.
Kembali ke perumpamaan tentang penabur, mereka yang termasuk dalam kategori ketiga telah terkena tipu daya kekayaan atau mereka melayani tuan yang lain (kekhawatiran dan kenikmatan dunia, dll.) sehingga mereka tidak dapat melayani Kristus pada saat yang sama.
Sekarang pertanyaan yang penting adalah: apakah kategori yang tidak berbuah ini, apabila mereka tetap dalam keadaannya dan tidak mau bertobat, dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah? Atau dengan kalimat lain: sehubungan dengan keselamatan, apakah tidak masalah apabila iman itu tidak berbuah, atau apakah tidak masalah apabila seseorang membiarkan Firman Allah dihimpit, dimatikan secara efektif melalui kecintaannya akan dunia ini? Apakah tidak masalah seseorang yang telah mengakui Yesus sebagai Tuhannya tetapi meninggalkan Dia demi melayani tuan yang lain? Apa yang akan terjadi dalam kasus seperti ini? Kita tidak perlu memikirkan apa jawabannya, karena Tuhan Sendiri telah menjawabnya lebih dari 2000 tahun yang lalu, dan kita akan memperhatikan dengan saksama apa jawaban-Nya. Jawaban yang Ia berikan berlaku pula untuk kategori kedua dalam perumpamaan, yaitu bagi mereka yang percaya “hanya sebentar saja”:
Yohanes 15:1-8
“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”
Saya percaya bahwa jawaban dari Tuhan ini tidak akan meninggalkan sedikit pun keraguan: satu-satunya cara untuk dapat menghasilkan buah adalah tinggal pada pokok anggur, tinggal di dalam Dia. Orang-orang yang tidak menghasilkan buah adalah mereka yang tidak tinggal pada pokok anggur dan apabila mereka tidak berubah, mereka akan dikumpulkan seperti ranting kering dan pada akhirnya, seperti yang Tuhan katakan, mereka akan dibakar! Apa artinya ini bagi mereka yang termasuk dalam kategori ke-3 (juga kategori ke-2)? Artinya adalah jika mereka tidak mau bertobat, jika mereka tidak mau menempel kembali pada pokok anggur sehingga mereka berbuah yang menandakan seseorang itu murid Kristus sejati, maka mereka akan mengalami apa yang dialami oleh ranting-ranting kering dalam perikop di atas, yaitu mereka akan “dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar”. Saya sadar bahwa dengan mengatakan ini, saya mungkin telah menyinggung hati beberapa pembaca, tetapi, apakah saya yang mengatakan semua ini? Bukan! Semua itu adalah perkataan Tuhan, yang dikatakan-Nya kepada orang-orang yang terdekat dari antara murid-murid-Nya, pada malam penangkapan-Nya. Lalu, apakah yang dikatakan-Nya itu sebuah kejutan? Apakah yang dikatakan-Nya itu sesuatu yang aneh? Sama sekali bukan jika kita mengerti bahwa seorang kristiani sejati bukanlah seseorang yang pernah membuat sebuah pengakuan pada suatu ketika namun secara praktis ia kemudian meninggalkan pengakuan itu atau bahkan tidak pernah mempraktikkan apa yang ia akui. Sebaliknya, seorang kristiani sejati adalah orang yang berusaha untuk hidup, untuk mempraktikkan hidup yang sesuai dengan pengakuannya, sekalipun mungkin ada banyak kesalahan selama ia menjalani kehidupan yang sesuai dengan imannya tersebut. Apabila kita telah mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi kita tidak bersungguh-sungguh menjadikan Dia Tuhan dalam hidup kita, maka jelaslah bahwa pengakuan kita itu bukan pengakuan yang jujur atau mungkin hanya jujur di masa lalu tetapi sekarang tidak lagi. Apakah pengakuan kita jujur atau tidak, akan terbukti melalui satu-satunya standar, yaitu dari buah yang kita hasilkan, dan menghasilkan buah yang diinginkan hanya mungkin terjadi apabila kita tinggal pada pokok anggur, yaitu pada Kristus. Kita membaca dalam Yohanes 15, di mana Tuhan berkata: “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian – atau DENGAN BERBUAH BANYAK– kamu adalah murid-murid-Ku.” Jadi, buah yang kita hasilkan adalah bukti yang menunjukkan apakah kita murid-murid Kristus yang sejati atau bukan.
Sesungguhnya, Tuhan memberikan cara yang sama kepada kita, yaitu dengan melihat dari buahnya, untuk menolong kita membedakan antara nabi yang palsu dan nabi yang benar:
Matius 7:15-20
“Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka."
Banyak orang takut membicarakan tentang buah, karena mereka pikir hal itu akan mengecilkan arti anugerah. Padahal, sama sekali tidak! Dapatkah pohon apel mengeluarkan buah lain? Pohon mengeluarkan buah, dan benih Firman apabila dipelihara, hasilnya: ia mengeluarkan buah. Iman dahulu, lalu diikuti oleh buah. Apakah ada yang lebih tidak alamiah daripada pohon yang seharusnya berbuah namun tidak pernah menghasilkan buah? Akankah kita menyebut pohon seperti itu pohon yang baik? Seandainya di kebun Anda memiliki sebuah pohon yang Anda harapkan akan berbuah, sama seperti yang Allah harapkan dari kita, tapi pohon itu tidak pernah berbuah, apakah Anda akan berkata, “Ah, tidak apa-apa”? Saya rasa tidak!
Buah adalah sesuatu yang sangat alamiah dihasilkan oleh seorang kristiani dan sangatlah tidak alamiah bila seorang kristiani tidak berbuah. Sebagaimana dijelaskan dalam Efesus 2:8-10:
Efesus 2:8-10
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”
Kita diselamatkan bukan karena melakukan perbuatan baik, namun kita diciptakan untuk melakukan perbuatan baik. “Diciptakan untuk” berarti inilah tujuan hidup kita. Dengan kata lain: mobil “diciptakan untuk” membawa kita dari A ke B. Kereta api “diciptakan untuk” melaju di atas rel. Pohon apel “diciptakan untuk” menghasilkan buah apel. Demikian pula, “kita diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik”. Oleh karena itu, pekerjaan baik dan iman bergandengan tangan satu dengan yang lain. Tidak masuk akal apabila kita berkata bahwa kita orang beriman namun tidak masalah apakah kita menghasilkan buah atau tidak. Itu sama saja seperti kita memiliki sebuah mobil tapi tidak penting apakah mobilnya bekerja atau tidak. Kita semua tahu bahwa itu penting sekali.
Bahwa perbuatan baik sebagai buah dari iman yang murni sangatlah penting, dijelaskan secara sederhana oleh Yakobus dalam suratnya:
Yakobus 2:14-17
“Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”
“Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati”, sama seperti tubuh tanpa roh adalah mati. Dengan kata lain, tidak ada iman yang sejati yang tidak menghasilkan buah! Iman yang tidak berbuah adalah iman yang mati dan iman seperti itu jelas tidak akan membuat seseorang masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Sedikit lebih jauh mengenai topik perbuatan baik yang sangat penting ini, beberapa kali Paulus mengatakan:
Titus 2:13-14
“dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.”
Titus 3:1
“Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik.”
2 Timotius 2:20-21
“Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”
Dan 2 Timotius 3:16-17
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”
Alkitab, Firman Allah ada, bukan untuk memberi kita pengetahuan di kepala. Alkitab ada, bukan untuk menjadikan umat Allah teolog yang ahli secara teori. Alkitab ada agar umat Allah dimampukan untuk berbuah, diperlengkapi untuk mencapai tujuan mereka diciptakan, yaitu untuk melakukan setiap pekerjaan baik.
Kembali ke perumpamaan penabur, hanya kategori keempat yang menghasilkan buah:
“Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat….. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”
Orang-orang yang termasuk dalam kategori kedua dan ketiga mendengarkan Firman tetapi mereka tidak berpegang kepadanya. Tetapi, orang-orang yang termasuk dalam kategori ini mendengarkan Firman, dan menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan. Jadi, untuk dapat menghasilkan buah, kita perlu menyimpan Firman itu dalam hati yang baik, dan dengan bertekun kita pun akan menghasilkan buah. Inilah kuncinya. Apabila setelah menerima Firman, kita membiarkan hal-hal lain merampas benih Firman itu dan membuat kita tidak tinggal tetap pada pokok anggur yaitu Kristus, maka tidak akan ada buah yang dihasilkan. Menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan (tepat seperti yang dikatakan Amsal 4:23), bertobat dari praktik-praktik lama kita dan memperbarui pikiran kita sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Firman Allah sangatlah penting sehingga benih Firman itu akan tumbuh dan menghasilkan banyak buah!
Sebagai penutup bab ini: biarlah kita semua menjadi orang-orang yang termasuk dalam kategori keempat dan jangan pernah beralih darinya. Dan bagi mereka yang tidak termasuk dalam kategori ini, biarlah mereka kembali, menempel lagi pada pokok anggur dan menghasilkan banyak buah yang membawa kemuliaan bagi Allah sebagai tanda yang memperlihatkan murid siapakah mereka sesungguhnya. Biarlah kita menguji diri kita sendiri dan apabila kita melihat ada duri, biarlah kita mencabut dan membuangnya, daripada kita menipu diri dengan menganggap bahwa kita dapat hidup sambil memelihara duri itu. Itu tidak bisa kita lakukan. Kita harus memilih antara duri itu atau Allah. Salah satunya harus pergi dan kita memilih siapa dari keduanya.



Catatan kaki
1. Untuk menghindarkan pemahaman yang salah tentang frasa “mereka tidak menghasilkan buah yang matang”, frasa itu tidak bermaksud mengatakan bahwa mereka itu bagaimanapun menghasilkan buah. Ini terlihat jelas dalam Matius 13:22, yang mengatakan dengan jelas bahwa mereka “tidak berbuah”.
2. Kita perlu mengklarifikasi hal ini: bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga bukanlah sebuah bentuk kekhawatiran yang akan menjauhkan kita dari Allah! Bekerja justru sebuah kewajiban! Namun menjadi seorang yang gila kerja adalah bentuk kekhawatiran yang akan menjauhkan kita dari Allah! Pada dasarnya, “kekhawatiran dunia”, artinya memedulikan apa yang dunia pedulikan, menjadikan kepentingan dunia ini menjadi kepentingan kita dan jalan hidup kita.

“Yang jatuh di tanah berbatu-batu”

“Yang jatuh di tanah berbatu-batu”



Mengenai kategori yang kedua kita membaca:
“Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.”
Apakah orang yang termasuk dalam kategori ini percaya? Jawaban Tuhan adalah ya, mereka percaya. Mereka “percaya sebentar saja”, kata Tuhan. Jadi, kita dapat melihat dengan jelas bahwa iman mengandung dimensi waktu. Dengan kata lain, fakta bahwa seseorang percaya tidak selalu berarti bahwa ia akan percaya untuk seumur hidupnya. Ia mungkin percaya tetapi percayanya hanya “sebentar saja”. Setelah yang “sebentar” itu berlalu, ia pun tidak lagi percaya, seperti yang terjadi pada orang-orang dalam perumpamaan yang termasuk dalam kategori ini. Mereka memulai dengan baik, namun setelah “percaya sebentar saja”, ketika mengalami pencobaan atau penganiayaan karena Firman (Markus 4:7) mereka pun murtad. Banyak sekali contoh yang bisa kita pikirkan untuk kategori ini: ada orang yang mendengarkan Firman, menerimanya, lalu dengan bersemangat membagikannya kepada kerabat serta teman-temannya, tetapi orang-orang kemudian menolak pemberitaan itu bahkan menentang mereka. Alih-alih bertahan dengan menanggung stigma yang diberikan oleh mereka, orang itu malah menyerah dan meninggalkan imannya. Ada juga orang yang memulai dengan penuh sukacita. Lalu, datanglah pencobaan (pencobaan bisa muncul dalam berbagai bentuk) dan mereka menyerah, atau mungkin ada orang yang menyerah hanya karena merasa tersinggung oleh teguran dari Allah atau hamba-hamba-Nya. Orang-orang ini pernah percaya, tetapi mereka tidak lagi percaya. Sesungguhnya, kata yang diterjemahkan “murtad” di sini adalah kata Yunani “aphistemi”, yang artinya “menarik diri dari; murtad, ingkar” (Kamus Vine). Jadi, ya, mungkin saja orang yang percaya, ketika mengalami pencobaan dan penganiayaan karena Firman, mereka murtad, menarik diri dari imannya, mengingkari imannya. Inilah yang terjadi dengan kategori kedua dalam perumpamaan tentang penabur. Allah pernah menjadi pilihan mereka namun mereka menarik diri dari-Nya, mereka meninggalkan imannya.
Sekarang, pertanyaan yang penting adalah: jika orang-orang ini tidak kembali dan bertobat, apakah mereka akan selamat? Bila kita percaya kepada doktrin yang mengatakan bahwa cukuplah bagi seseorang untuk percaya, sekalipun percayanya sebentar saja, orang itu pasti tetap selamat, terlepas dari apa yang akan terjadi dengan imannya di kemudian hari, maka jawaban atas pertanyaan di atas adalah ya, mereka akan diselamatkan karena mereka pernah percaya. Namun masalah dengan pandangan ini adalah diabaikannya fakta bahwa iman bukanlah sesuatu yang statis, bukan sesuatu yang karena kita pernah memilikinya, selamanya tidak akan pernah kita tinggalkan. Iman mengandung dimensi waktu. Dan, ketika orang meninggalkan imannya, percaya hanya sebentar saja, mereka pun kehilangan apa yang telah dijanjikan kepada mereka ketika mereka percaya, yaitu keselamatan, hidup yang kekal. Karena sesungguhnya, keselamatan bukan hanya karena kasih karunia, tetapi “karena kasih karunia oleh iman”. Kasih karunia adalah bagian Allah, dan iman adalah bagian kita. Kedua persyaratan harus dipenuhi dan Allah selalu melakukan bagian-Nya. Orang yang meninggalkan imannya, ia pun akan kehilangan apa yang dapat ia peroleh melalui imannya, yaitu janji keselamatan. Ada banyak ayat dalam Perjanjian Baru yang menjelaskan tentang hal ini dan tujuan buku ini adalah untuk memaparkannya.
Banyak orang mencoba menjelaskan ayat-ayat di atas dengan mengatakan bahwa orang-orang yang termasuk dalam kategori kedua dalam perumpamaan penabur sebenarnya bukan benar-benar orang percaya, karena menurut mereka, apabila mereka benar-benar orang percaya, mereka pasti tidak akan pernah murtad. Tetapi, pandangan ini jelas bertentangan dengan apa yang Allah sendiri katakan ketika Ia menjelaskan arti perumpamaan ini. Menurut Dia: “Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.” Orang-orang ini mendengar Firman dan sama seperti Anda dan saya: mereka menerimanya dengan gembira. Dan mereka percaya. Tuhan tidak mengatakan bahwa mereka pura-pura percaya, juga tidak mengatakan bahwa mereka hanya berpura-pura menerimanya dengan gembira. Sebaliknya, iman mereka pada awalnya murni dan nyata. Namun, iman itu tidak bertahan. Mereka percaya tetapi hanya sebentar saja. Jadi, masalahnya dengan orang-orang ini adalah durasi dari iman mereka, dan bukan apakah mereka memiliki iman pada mulanya, karena seperti yang kita baca, mereka benar-benar percaya, TETAPI hanya “sebentar saja”.
Mungkin hal ini dapat menjelaskan kekhawatiran Paulus tentang keadaan iman jemaat-jemaat di Tesalonika yang mengalami penganiayaan dan penindasan (2 Tesalonika 1:4). Karena Paulus berkata kepada mereka:
1 Tesalonika 3:1-8
Kami tidak dapat tahan lagi, karena itu kami mengambil keputusan untuk tinggal seorang diri di Atena. Lalu kami mengirim Timotius, saudara yang bekerja dengan kami untuk Allah dalam pemberitaan Injil Kristus, untuk menguatkan hatimu dan menasihatkan kamu tentang imanmu, supaya jangan ada orang yang goyang imannya karena kesusahan-kesusahan ini. Kamu sendiri tahu, bahwa kita ditentukan untuk itu. Sebab, juga waktu kami bersama-sama dengan kamu, telah kami katakan kepada kamu, bahwa kita akan mengalami kesusahan. Dan hal itu, seperti kamu tahu, telah terjadi. Itulah sebabnya, maka aku, karena tidak dapat tahan lagi, telah mengirim dia, supaya aku tahu tentang imanmu, karena aku kuatir kalau-kalau kamu telah dicobai oleh si penggoda dan kalau-kalau usaha kami menjadi sia-sia. Tetapi sekarang, setelah Timotius datang kembali dari kamu dan membawa kabar yang menggembirakan tentang imanmu dan kasihmu, dan bahwa kamu selalu menaruh kenang-kenangan yang baik akan kami dan ingin untuk berjumpa dengan kami, seperti kami juga ingin untuk berjumpa dengan kamu, maka kami juga, saudara-saudara, dalam segala kesesakan dan kesukaran kami menjadi terhibur oleh kamu dan oleh imanmu. Sekarang kami hidup kembali, asal saja kamu teguh berdiri di dalam Tuhan.
Hanya dalam beberapa baris tulisannya, dua kali Paulus berbicara tentang kegundahan hatinya. Ia tahu bahwa orang-orang percaya di Tesalonika mengalami penganiayaan dan penindasan, dan ia tidak tahan lagi ingin segera mengetahui bagaimana keadaan iman mereka. Apakah mereka tetap kuat di dalam Tuhan atau tidak? Bagaimana kabar tentang iman mereka? Baik atau buruk? Inilah pertanyaan yang berkecamuk dalam pikirannya dan Paulus tidak tahan lagi ingin segera mendengarkan jawabannya melalui Timotius. Jadi jelas di sini bahwa iman bukan sesuatu yang tidak dapat berubah; bukan sesuatu yang sekali kita memilikinya, pasti akan kita miliki selamanya. Karena jikalau demikian, tentu Paulus tidak perlu khawatir. Karena jikalau demikian, mereka yang pernah memiliki iman, pasti akan tetap memiliki iman itu, sekalipun mengalami penganiayaan dan penindasan. Tetapi tidak demikian yang terjadi. Tujuan Iblis, si penggoda adalah untuk menggoncangkan iman kita, membuat hati kita merasa terluka oleh Allah dan umat-Nya dan membuat kita meninggalkan iman kita. Intinya, tujuan Iblis adalah untuk menelan kita (1 Petrus 5:8). Fakta bahwa kita berdiri teguh sebelum mengalami penganiayaan dan penindasan, tidak selalu berarti bahwa kita akan melakukan hal yang sama ketika mengalami penganiayaan dan penindasan. Kita harus memiliki ketetapan hati. Allah akan menguatkan dan memegang kita; tetapi kita pun harus berpegang teguh; kita harus memutuskan bahwa kita mau tetap tinggal bersama Dia, untuk tetap percaya, apa pun yang terjadi. Ada orang yang melakukannya, ada pula yang tidak. Mereka yang tidak melakukannya, mereka pun meninggalkan iman mereka! Mungkin mereka tidak mengatakannya secara terbuka, namun dalam realitasnya mereka tidak lagi peduli. Saya percaya kita mungkin pernah menyaksikan orang-orang yang seperti itu. Sekarang, mari kita melihat bagaimana dengan orang-orang yang termasuk dalam kategori ketiga dalam perumpamaan penabur.