Latest News

Showing posts with label Perjanjian Baru. Show all posts
Showing posts with label Perjanjian Baru. Show all posts

Sunday, July 16, 2017

Perumpamaan tentang hamba yang tidak setia

Perumpamaan tentang hamba yang tidak setia



Dimulai dari Matius 24, Tuhan menekankan poin tentang kewaspadaan dan tentang perlunya kita berjaga-jaga, menanti-nantikan kedatangan-Nya. Kemudian, Ia memperkuat poin yang ditekankan-Nya itu melalui tiga perumpamaan, yang diberikan-Nya satu persatu, sehingga menunjukkan betapa pentingnya hal itu. Yang pertama adalah perumpamaan tentang hamba yang tidak setia. Mari kita membacanya:
Matius 24:42-51
“Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." "Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi."
Kepada siapakah Tuhan Yesus mengatakan perumpamaan ini? Sebelum Dia mulai mengatakan perumpamaan ini, Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (Matius 24:44). Siapakah “kamu” di sini? “Kamu” di sini adalah murid-murid-Nya (lihat juga Matius 24:4). Merekalah yang diperintahkan untuk bersiap sedia. Merekalah, dan bukan orang-orang yang tidak percaya atau orang Farisi, yang menjadi pendengar-Nya. Lalu, Ia melanjutkan perkataan-Nya dengan menggambarkan apa yang akan terjadi pada mereka yang didapati tidak bersiap sedia. Apa yang akan terjadi pada orang yang di tengah perjalanan berkata di dalam hatinya “tuanku tidak datang-datang”. Saya rasa orang itu tidak berkata seperti itu sejak hari yang pertama. Perkataannya di dalam hati, “tuanku tidak datang-datang”, serta perilakunya yang berubah seperti yang digambarkan dalam perikop di atas, menunjukkan bahwa pada awalnya, selama beberapa waktu, ia tidak berperilaku seperti itu. Tetapi setelah beberapa waktu, ia mulai berkata di dalam hatinya “ tuanku tidak datang-datang” dan ia pun “mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk”. Dengan kata lain, orang itu mulai hidup seakan ia tidak lagi memiliki Tuhan. Lalu, apa yang akan terjadi apabila tuan itu kembali? Jawabannya adalah:
“maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”
Wow! Membunuhnya, apakah karena ia tidak mengakhiri dengan baik, meskipun ia mungkin memulainya dengan baik? Tepat seperti itulah yang Tuhan katakan. Pada dasarnya, Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa: kita harus memperhatikan, berwaspada dan memastikan diri kita didapati-Nya setia ketika Ia datang. Jika kita didapati-Nya setia kita akan diberkati dan besarlah upah kita. Sebaliknya, orang-orang yang di tengah perjalanan berkata dalam hatinya “Tuanku tidak datang-datang”, lalu mulai hidup seperti orang munafik, perikop di atas mengatakan bahwa mereka akan mengalami akhir hidup yang dialami oleh orang-orang munafik. Dan Tuhan tidak berhenti di sini. Ia lebih jauh lagi menekankan poin-Nya melalui dua perumpamaan lain, juga satu perikop yang bukan berupa perumpamaan, yang semuanya dipaparkan-Nya satu persatu. Jadi, mari kita lanjutkan ke perumpamaan selanjutnya: perumpamaan tentang sepuluh gadis.

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus: Kesimpulan

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus: Kesimpulan



Sebagai kesimpulan dari bab ini, jelaslah bahwa Tuhan kita sama sekali tidak berkenan kepada iman yang tidak berbuah. Perkataan-perkataan-Nya membuka jalan bagi pemahaman yang benar tentang apa artinya percaya kepada Yesus dan memiliki iman di dalam Yesus. Dan ini sama sekali bukan sekadar pengakuan, tetapi sebagaimana yang rasul Paulus ajarkan (lihat bab selanjutnya), ini merupakan sebuah pertandingan yang harus dijalankan dan perjuangan yang harus diperjuangkan. Tinggal di dalam Dia, bukanlah sebuah pilihan, melainkan kewajiban, dan bagi mereka yang tidak tinggal di dalam Dia, mereka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Namun sayangnya, banyak orang memilih untuk mengabaikan kebenaran ini, karena percaya bahwa yang terpenting adalah saat memulai dalam iman. Tentu saja memulai dalam iman sangat penting (kita tidak mungkin menyelesaikan sesuatu tanpa memulainya), tetapi saya ingin katakan bahwa yang jauh lebih penting adalah memulai DAN menyelesaikan di dalam iman, tetap tinggal pada pokok anggur, tetap tinggal di dalam Kristus, hingga pada akhirnya dan menyingkirkan apa pun yang ingin mengalihkan kita dari kebenaran ini.

“Barangsiapa menang”

“Barangsiapa menang”



Ada beberapa penerbit Alkitab yang menandai perkataan-perkataan Yesus di dalam Alkitab dengan warna merah. Bila Anda memiliki Alkitab seperti ini, Anda akan mendapati bahwa setelah kitab-kitab Injil hanya ada sedikit sekali warna merah dalam kitab Kisah Para Rasul dan surat-surat para rasul, mungkin hanya ada kira-kira selusin ayat saja yang diberi warna merah. Meskipun pengarang Kisah Para Rasul serta surat-surat para rasul adalah Roh Kudus yang sama yang mengarang kitab-kitab Injil, Yesus di dalam kitab-kitab itu tidak berbicara sebagai orang pertama. Namun, hal ini berubah di dalam kitab terakhir dari Alkitab, yakni kitab Wahyu. Di sana Yesus kembali berbicara sebagai orang pertama, dan dalam bagian ini, saya ingin menunjukkan beberapa hal tertentu dari pasal kedua dan ketiga kitab Wahyu. Pasal-pasal ini memuat surat yang ditujukan kepada tujuh jemaat di Asia Kecil. Yesus Sendiri mendiktekan surat-surat ini kepada Rasul Yohanes, memerintahkannya untuk menuliskannya, dan mengirimkannya bersama dengan keseluruhan kitab kepada jemaat-jemaat. Namun, yang mengejutkan adalah betapa sedikitnya perhatian orang terhadap surat-surat Yesus ini. Ada teori yang mengatakan bahwa surat-surat Yesus ini beserta dengan keseluruhan kitab Wahyu bukanlah ditujukan kepada kita, tetapi kepada orang-orang percaya di masa depan dan merekalah yang akan mampu memahaminya, sehingga melalui teori tersebut mereka menyiratkan bahwa kita boleh saja mengabaikan kitab ini atau menganggapnya hanya “sekadar informasi bagi kita.” Dalam lampiran ketiga dari buku ini, saya memaparkan beberapa alasan mengapa saya percaya bahwa pandangan ini salah.
Sekarang kembali ke surat-surat itu sendiri, apa yang ingin saja paparkan di sini dan yang saya percaya sangat relevan dengan studi ini, adalah fakta bahwa: Tuhan mengakhiri ketujuh surat tersebut dengan sebuah janji kepada barangsiapa yang menang. Mari kita membahas janji-janji ini:
Wahyu 2:7
Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah."
Wahyu 2:11
Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua.”
Wahyu 2:17
Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya."
Wahyu 2:26-28
“Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk--sama seperti yang Kuterima dari Bapa-Ku-- dan kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur.”
Wahyu 3:5
Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.”
Wahyu 3:12
Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru.”
Dan Wahyu 3:21
Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.”
Sungguh menakjubkan semua yang dijanjikan kepada mereka yang menang; kepada mereka yang bertahan hingga akhirnya, yang melakukan pekerjaan dan Firman-Nya hingga kesudahannya. Namun, banyak orang pada zaman ini percaya bahwa mereka tidak perlu mengalahkan apa pun. Mereka percaya bahwa semuanya sudah dilakukan dan dibersihkan bagi mereka di masa lalu, yaitu pada sebuah momen iman. Pada dasarnya, sesuai pandangan mereka, perlombaan iman bukan hanya dimulai pada saat kita percaya, tetapi juga berakhir pada saat itu juga. Tetapi, jika benar demikian, maka tidak ada alasan bagi Yesus untuk berbicara tentang barang siapa yang menang. Karena berbicara tentang mereka yang menang hanya berarti bahwa kita perlu untuk menang, namun itu juga berarti akan ada beberapa orang yang TIDAK menang dan kepada mereka, janji-janji di atas tidak akan diberikan.
Kita ambil Wahyu 3:5 sebagai contoh:
Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.”
Yesus berjanji jika kita menang, nama kita tidak akan dihapus dari kitab kehidupan. Tetapi ini juga berarti bahwa jika kita tidak menang, nama kita akan dihapus. Kitab kehidupan adalah kitab yang memuat nama-nama orang yang akan hidup selamanya (lihat Filipi 4:3). Hanya mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan yang akan memiliki hidup yang kekal dan masuk ke dalam Yerusalem Baru (Wahyu 21:27), sedangkan mereka yang namanya tidak tertulis dalam kitab kehidupan, akan dilemparkan ke dalam lautan api (Wahyu 20:15). Dengan kata lain: hidup kekal adalah bagi mereka, dan hanya bagi mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan. Dan, sebagaimana jelas dari perkataan Yesus, kitab kehidupan bukan hanya menerima masukan nama-nama baru! Kitab itu juga menerima penghapusan nama-nama yang sudah ada, yaitu nama-nama mereka yang tidak menang, nama-nama mereka yang berpaling. Oleh karena itu, pernah tercantum dalam kitab kehidupan, tidak menjamin kita untuk tercantum dalam kitab itu selamanya. Barangsiapa yang mundur dari imannya tanpa pernah bertobat kembali (selama kesempatan untuk bertobat masih ada – lihat lebih jauh dalam diskusi kita tentang Ibrani 6), barangsiapa tidak menang, nama mereka tidak akan ditemukan dalam kitab kehidupan. Saya tahu bahwa banyak orang tidak terbiasa mendengar tentang kebenaran ini, tetapi ini adalah kebenaran sederhana yang saya baca di dalam Alkitab dan secara pribadi, saya tidak mau mengabaikan kebenaran ini ataupun mencari cara untuk memberikan penjelasan yang menyesatkan.

Perumpamaan tentang orang yang berhutang sepuluh ribu talenta

Perumpamaan tentang orang yang berhutang sepuluh ribu talenta



Kita mendapati perumpamaan ini dalam Matius 18:23-35. Di sana kita membaca:
“Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."
Sepuluh ribu talenta adalah jumlah yang SANGAT BESAR. Tak seorang pun dapat menghasilkan uang sebanyak itu. Namun, sebesar itulah hutang hamba ini. Dan, tahukah Anda apa yang terjadi? Tuan itu mengampuni dan membebaskan hamba itu dari hutangnya. Ini adalah KASIH KARUNIA! Kasih karunia artinya belas kasihan yang diberikan kepada seseorang yang tidak layak menerimanya. Dan, inilah yang dilakukan oleh sang tuan, yang merupakan gambaran dari Allah: ketika mendengar permohonan hambanya, ia mengampuni dan membebaskan dia dari hutangnya yang sangat besar itu. Hamba itu sekarang bebas! Ia telah diampuni! Perhatikan juga bahwa hamba itu tidak melakukan apa pun yang membuatnya layak untuk menerima pengampunan atas hutangnya, kecuali memohon belas kasihan dari tuannya. Sampai di sini, saya percaya kita semua setuju bahwa ini adalah gambaran yang sempurna dari Anda dan saya. Apa yang terjadi pada hamba ini, kasih karunia dan belas kasihan yang ditunjukkan kepadanya, adalah kasih karunia dan belas kasihan yang sama yang ditunjukkan oleh Allah kepada kita. Sebagaimana Efesus 2:1-9 katakan tentang kita:
Efesus 2:1-9
Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita--oleh kasih karunia kamu diselamatkan-- dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”
Hutang kita sangat besar. Kita sudah mati karena pelanggaran dan dosa-dosa kita. Kita adalah musuh Allah dan kita adalah orang-orang durhaka. Lalu, apa yang terjadi? Kita bertobat dan percaya. Kita menyembah Dia seperti yang dilakukan hamba itu dan memohon agar Raja mengampuni kita. Dan Ia mengabulkan permohonan kita! Ini namanya kasih karunia. Oleh kasih karunia kita diselamatkan. Itulah juga yang dialami hamba tersebut: oleh kasih karunia ia diselamatkan dari hutangnya yang besar. Tidak ada perbuatan apa pun yang dapat Anda, saya, atau hamba itu lakukan untuk dapat membayar hutang itu. Hanya kasih karunia yang dapat melakukannya. Jadi keselamatan adalah karena kasih karunia melalui iman dan keselamatan tidak dapat diperoleh karena kita melakukan perbuatan baik karena tidak ada perbuatan baik apa pun yang dapat membayar hutang kita yang sedemikian besar itu. Saya rasa, sampai di sini baik-baik saja. Tetapi, Tuhan tidak berhenti sampai di sini!
Ia melihat apa yang hamba itu lakukan dan ternyata setelah hutangnya yang besar itu diampuni, ia tidak mau mengampuni kawannya yang berhutang sejumlah kecil kepadanya. Hamba itu diampuni tetapi ia tidak berjalan sebagai orang yang telah mengalami pengampunan. Sekarang, apakah Raja itu adil apabila di sini Ia tidak melakukan penghakiman? Tidak. Sebaliknya Ia benar-benar tidak adil apabila tidak melakukan apa pun dalam hal ini. Namun, inilah yang justru banyak orang harapkan dari Tuhan: mereka berharap Tuhan mengampuni mereka namun ingin agar Tuhan jangan menghakimi mereka apabila mereka bersikeras untuk tidak hidup seperti orang yang sudah diampuni. Ketika Tuhan menghakimi hamba itu dan mengembalikan hutangnya yang besar yang tadinya sudah diampuni, apakah itu berarti ia tidak berkasih karunia? Tidak! Kasih karunia-Nya telah dimanifestasikan ketika Ia pada mulanya mengampuni hamba itu dan membebaskannya dari hutangnya yang besar. Tetapi, setelah melihat bahwa hamba ini sama sekali tidak berjalan sebagai seseorang yang telah diampuni tetapi memanfaatkan kebebasannya dengan menekan kawannya serta memerintahkan agar “keadilan” diterapkan dalam hal hutang yang kecil itu, maka keadilan pun harus diterapkan atas dirinya juga! Jadi jangan menyalahartikan kasih karunia dan keadilan. Allah adalah keduanya: Ia Maha Kasih dan Ia juga Maha Adil. Apabila kita bertobat dengan sepenuh hati, kita pun menerima kasih karunia. Namun, jika kita tidak mau mengampuni, atau pada dasarnya kita meminta penghakiman terjadi atas mereka yang bersalah kepada kita, maka penghakiman itu akan diterapkan, tetapi akan dimulai dari kita! Dalam hal ini, Allah kita tidak meninggalkan sedikit pun ruang untuk kesalahpengertian:
“Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."
Dan sekali lagi dinyatakan dalam Doa Bapa Kami:
Matius 6:12
“dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”
Ini dijelaskan lebih jauh oleh Tuhan dalam ayat 14-15:
“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”
Bahwa Allah bukan hanya penuh kemurahan dan kebaikan tetapi juga penuh kebenaran disertai kekerasan yang sesuai dengan kebenaran itu, diringkaskan dengan sangat baik oleh Paulus dalam Roma 11:22, di mana ia berkata:
“Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga.”
Ada kemurahan Allah dan kemurahan ini akan kita terima jika kita terus berjalan di jalan iman yang sempit, jika kita tetap tinggal di dalam Kristus, di dalam Dia yang telah membayar harga bagi kita. Tetapi, jika kita tidak melakukannya, dan kita tidak terus berada di dalam kemurahan-Nya, atau dengan kata lain, jika kita memilih, sama seperti hamba itu, untuk berjalan seperti orang yang belum menerima pengampunan dari dosa dan pelanggaran, yang di dalamnya kita mati, maka bukan kemurahan yang kita dapatkan tetapi kekerasan-Nya. Allah adalah keduanya dan kita memilih apa yang akan kita dapatkan.

“Sebab ketika aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum”

“Sebab ketika aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum”



Matius pasal 25 tidak ditutup oleh perumpamaan tentang talenta. Pasal ini ditutup oleh sebuah perikop yang bentuknya bukan perumpamaan, namun sangat berkaitan dengan ketiga perumpamaan yang telah kita baca sebelumnya:
Matius 25:31-46
“Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal."
Banyak orang dengan segera mengabaikan ayat-ayat di atas karena dianggap merujuk kepada orang lain dan bukan kepada kita, oleh karena kita diselamatkan karena kasih karunia melalui iman dan bukan karena perbuatan baik. Saya akan senang menerima anggapan ini – dan memang selama bertahun-tahun saya pun beranggapan demikian – seandainya saya tidak memperhatikan hal-hal berikut:
Kepada siapakah Tuhan berbicara ketika Ia mengatakan perkataan-perkataan di atas dan ketiga perumpamaan dalam Matius 24 dan 25 yang telah kita baca? Ini sangat jelas dari konteksnya. Pengajaran Tuhan dimulai sebagai jawaban atas pertanyaan murid-murid berikut ini:
Matius 24:3
“Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya untuk bercakap-cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka: "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?”
Lalu, setelah Ia mengatakan kepada mereka tentang mesias-mesias palsu, nabi-nabi palsu, pembinasa keji, dll., Ia berkata:
Matius 24:36-39, 42-43
“Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri." "Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia……..Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."
Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Siapakah yang diminta oleh Tuhan untuk berjaga-jaga, untuk bersiap sedia? Murid-murid-Nya. Setelah itu Tuhan melanjutkan dengan memaparkan beberapa contoh yang kesemuanya merujuk kepada satu hal yang sama, yaitu: bagaimana seharusnya perilaku seseorang yang sedang menanti-nantikan kedatangan Tuhannya. Bukankah kitalah yang termasuk orang-orang ini? Bila bukan kita, lalu siapa? Dengan kata lain, bila kita menganggap perkataan Kristus kepada murid-murid-Nya itu bukan ditujukan kepada kita, maka tidak ada orang lain yang dapat menjadi tujuan dari perkataan-perkataan ini. Inilah alasan mendasar yang membuat saya percaya bahwa perkataan-perkataan Tuhan ini bukan ditujukan kepada orang lain, tetapi kepada saya secara pribadi. Perhatikan pula waktu perkataan-perkataan ini diucapkan. Ini dinyatakan secara eksplisit dalam Matius 26:1-2:
Matius 26:1-2
“Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada murid-murid-Nya: "Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan."
Ini adalah pengajaran yang diberikan Tuhan kepada murid-murid-Nya sebelum akhir dari pelayanan-Nya, dua hari sebelum penyaliban-Nya. Ia tidak mengajarkan semua itu agar menjadi sekadar informasi bagi kita, Ia mengajarkannya untuk diterapkan oleh kita!
Lebih jauh lagi, apa yang Yesus katakan di atas sama sekali bukan sesuatu yang unik. Perhatikan di sini apa yang Yohanes katakan dalam suratnya:
1 Yohanes 3:16-18
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”
Yakobus menggunakan contoh yang sama seperti dalam 1 Yohanes 3:16-18, dan membuatnya bahkan lebih jelas lagi:
Yakobus 2:14-17
“Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”
Apakah kita adalah pengikut Kristus yang sejati atau bukan, secara sederhana dapat terlihat dari apakah kita menuruti Firman-Nya atau tidak, apakah kita melakukan apa yang dikatakan oleh Firman-Nya atau tidak – ya, sekalipun disertai dengan kesalahan dan kegagalan saat melakukannya (saya ulangi: kita belum sempurna namun kita berlari-lari ke arah itu (Filipi 3:12)). Sebagaimana dikatakan oleh Tuhan, bahwa tidak semua orang yang memanggil-Nya Tuhan Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Allah, melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa-Nya. Memang imanlah yang menyelamatkan tetapi iman yang menyelamatkan itu haruslah iman yang sejati, dan iman seperti itu dimanifestasikan melalui kita melakukan kehendak Allah, melalui kita melakukan pekerjaan-pekerjaan baik yang telah Allah persiapkan sebelumnya.
Dan, untuk menghindari kesalahpengertian: banyak dari pekerjaan-pekerjaan baik ini tidak memerlukan penyataan khusus. Mereka telah dituliskan dengan sangat jelas dalam Firman-Nya. Berikut ini beberapa di antaranya:
“ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Dan Yakobus 1:27
“Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”

Perumpamaan tentang talenta

Perumpamaan tentang talenta



Perumpamaan tentang sepuluh gadis segera diikuti oleh perumpamaan lain dengan topik yang sama: bahwa kita harus berjaga-jaga, melayani Tuhan dan berfokus kepada Dia. Masalah ini sangat penting, sangat kritis, bahkan seluruh pasal 25 dikhususkan untuk membahasnya. Perumpamaan kedua dalam pasal ini dan ketiga dalam urutannya adalah perumpamaan tentang talenta. Mari kita membacanya dimulai dari kesimpulan perumpamaan tentang sepuluh gadis.
Matius 25:13-15
“Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.”
Kata “sebab” yang telah saya tebalkan, jelas menghubungkan perumpamaan tentang talenta dengan perumpamaan tentang sepuluh gadis, terutama kesimpulannya, yakni bahwa kita harus berjaga-jaga, karena kita tidak tahu akan hari maupun saat kedatangan Tuhan. Lalu, Tuhan melanjutkan dengan mengatakan tentang talenta berbeda yang diberikan kepada hamba-hamba itu dan bahwa kriteria besarnya talenta adalah berdasarkan kesanggupan mereka masing-masing. Dalam perumpamaan ini kita melihat bahwa SEMUA hamba Tuhan, semua yang telah menjadikan Dia Tuhan, semuanya menerima talenta dari Tuhan untuk digunakan bagi tujuan-Nya. Talenta itu berasal dari-Nya, dan diberikan untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya. Selain itu, kita juga melihat bahwa tidak semua hamba menerima talenta yang sama. Yang seorang menerima lima talenta, yang seorang lagi menerima dua talenta dan yang lain menerima satu talenta. Menurut ayat-ayat di atas, faktor penentu seberapa banyak orang menerima talenta adalah kesanggupannya atau kapasitasnya untuk mengembangkan apa yang ia terima. Sekarang kita akan melihat apa yang para hamba itu lakukan dengan talenta yang mereka terima:
Matius 25:16-18
“Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.”
Hamba pertama dan kedua melakukan apa yang diharapkan dari mereka: mereka pergi dan menjalankan apa yang diberikan kepada mereka, bahkan mengembangkannya menjadi dua kali lipat. Tetapi hamba yang ketiga pergi dan menyembunyikan apa yang diberikan kepadanya. Perhatikan di sini: ia tidak mengonsumsi talenta itu. Ia juga tidak menghilangkannya. Sebaliknya, ia tidak melakukan apa pun dengan talenta itu. Dengan kata lain, ia tidak berbuah bagi tuannya.
Sekarang, mari kita melihat bagaimana reaksi Tuhan:
Matius 25:19-30
“Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan! Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."
Hamba yang pertama dan kedua menerima upah mereka karena telah melipatgandakan apa yang Tuhan berikan kepada mereka. Bagaimana dengan hamba yang ketiga? Tuhan menyebutnya hamba yang jahat dan malas. Hamba ini tidak melakukan apa-apa. Ia tidak melakukan kejahatan tetapi tidak juga melakukan kebaikan. Ia sepenuhnya tidak berguna.
Apa yang akhirnya terjadi kepada hamba yang tidak berbuah ini? Ayat terakhir perumpamaan ini mengatakan:
“Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”
Baru-baru ini, saya menonton film kartun untuk anak-anak yang topiknya adalah tentang perumpamaan ini. Ketika sampai ke bagian tentang hamba terakhir serta nasib yang akan dialaminya, mereka mengubah apa yang Tuhan katakan dengan menunjukkan bagaimana kedua hamba yang lain membagikan sebagian laba mereka kepada hamba yang malas, sehingga di akhir cerita “semuanya bahagia”. Jelaslah bahwa ada beberapa orang yang merasa tidak nyaman dengan beberapa hal yang Tuhan katakan. Jadi, mereka pun mengubahnya. Janganlah mengikuti langkah mereka. Sebaliknya, tanamkanlah ayat-ayat Firman Allah ini di dalam hati kita dan jawablah panggilan-Nya terhadap kita yaitu untuk kita selalu berjaga-jaga.
Melakukan kehendak Tuhan sekalipun disertai berbagai kesalahan dan kegagalan, serta menghasilkan buah bagi Tuhan, bukanlah sebuah pilihan, bukanlah sesuatu yang dilakukan oleh seorang kristiani hanya kalau ia mau, dan kalau ia tidak mau, tidak mengapa, toh, ia hanya akan kehilangan sebagian upahnya namun bisa tetap masuk ke dalam Kerajaan Allah oleh karena pengakuan yang pernah ia lakukan pada suatu ketika. Sama sekali bukan seperti itu. Sebaliknya, berusaha sekalipun disertai berbagai kegagalan dan kekurangan untuk melakukan kehendak Tuhan, untuk menjadi pelaku dan bukan hanya pendengar adalah perintah dari Firman Tuhan yang harus kita lakukan.
Sebagaimana Yakobus katakan kepada kita:
Yakobus 1:22-25
Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.”
Dan sebagaimana dikatakan dengan begitu jelas oleh Tuhan dalam Matius 7:21-27:
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya."
“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga”. Adakah yang lebih jelas dari perkataan itu? Saya ingin mengulangi bahwa perkataan ini bukan bermaksud mengatakan bahwa kita tidak boleh melakukan kesalahan, juga bukan berarti kita harus melakukannya dengan sempurna. Yang dimaksud dalam perkataan ini adalah bahwa kita haruslah berlomba dengan tekun, dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman itu kepada kesempurnaan (Ibrani 12:1-2). Artinya tatkala kita mengikut Yesus, kita berusaha sekalipun ada kesalahan ketika melakukannya, namun dengan kuasa Kristus yang lebih besar dari segala sesuatu, kita melakukan kehendak Tuhan, sehingga kita pun menghasilkan buah yang diinginkan. Bagi beberapa orang buahnya mungkin lima talenta, dan bagi yang lain dua talenta. Tuhan tidak mengkritik orang yang menghasilkan dua talenta karena tidak menghasilkan lima talenta. Sebaliknya, Ia memujinya. Ia menghasilkan buah bagi Tuhannya sesuai dengan apa yang diberikan kepadanya. Orang yang dihukum adalah orang yang tidak berbuah. Orang yang tidak melayani Tuhannya, tetapi melayani tuhan yang lain (kita selalu melayani seorang tuhan). Perilaku seperti ini ada konsekuensinya dan konsekuensinya sangat berat:
“Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

Perumpamaan tentang sepuluh gadis

Perumpamaan tentang sepuluh gadis



Kita dapat membaca tentang perumpamaan ini dalam Matius 25:1-13. Di sana kita membaca:
"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."
Mengenai pelita dalam perumpamaan, Barney menjelaskan dalam ulasannya:
“”Pelita” yang dipergunakan dalam acara pernikahan lebih menyerupai “obor minyak”. Pelita dibuat dengan cara melilitkan kain di sekeliling potongan besi atau gerabah, terkadang dibuat rongga untuk memuat minyak, dan diikatkan ke pegangan dari kayu. Obor-obor ini dicelupkan dalam minyak, dan menghasilkan terang yang besar” (Penekanan ditambahkan).
Bila ulasannya benar, ini berarti pada awalnya kesepuluh gadis itu semuanya memiliki minyak untuk pelita mereka. Dari teksnya pun jelas dikatakan bahwa kesepuluh gadis, pada mulanya, menanti-nantikan Tuhan, dan menunggu kedatangan pengantin laki-laki. Tetapi, lima gadis yang bodoh tidak membawa minyak tambahan. Mungkin mereka berharap Tuhan akan segera datang sehingga mereka merasa tidak perlu membawanya, atau mereka tidak peduli. Namun, lima gadis bijaksana menyadari bahwa mereka tidak tahu “hari dan saat” kedatangan Tuhan dan mereka tidak ingin pelita mereka padam. Jadi, mereka membawa persediaan minyak yang dibutuhkan. Tuhan akhirnya datang pada waktu tengah malam, pada saat yang tidak disangka-sangka. Tetapi, kelima gadis bodoh sudah kehabisan minyak mereka. Pelita mereka sudah padam. Ketika Tuhan datang, mereka tidak dalam keadaan siap sedia dan mereka tidak dapat masuk ke ruang perjamuan kawin. Ketika mereka sampai di pintu, mereka mendapati pintu itu tertutup dan Tuhan, alih-alih membukakan pintu dan menyambut mereka meskipun mereka terlambat, Ia berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu”.
Bahwa Tuhan mengatakan perumpamaan ini untuk mengingatkan kita, terlihat jelas dari perkataan terakhir dari perumpaan ini, di mana kita membaca:
Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”
Sekali lagi, “kamu” di sini bukan para pendengar umum atau orang-orang Farisi, melainkan para rasul dan murid-Nya (lihat di awal pengajaran ini dalam Matius 24:4). Dengan kata lain, apa yang ingin Tuhan katakan kepada kita, murid-murid-Nya, adalah: oleh karena kamu sudah melihat sendiri apa yang terjadi pada kelima gadis yang tidak siap, maka kamu harus berjaga-jaga, kamu harus waspada! Apabila ini dianggap tidak relevan bagi kita, jika kita menganggap kita pasti akan masuk ke dalam Kerajaan Allah, terlepas apakah kita termasuk orang yang awalnya percaya namun akhirnya murtad, ataukah kita termasuk orang yang ikut bertanding sampai garis akhir atau orang yang tinggal pada pokok anggur, maka tidak ada alasan bagi Tuhan untuk mengatakan kepada kita “Karena itu berjaga-jagalah”. Bahkan, tidak ada alasan untuk Dia memberi kita perumpamaan ini. Namun Tuhan, di akhir pelayanan-Nya (hanya dua hari sebelum penyaliban) dan Ia berbicara bukan kepada pendengar umum tetapi kepada rasul-rasul dan murid-murid-Nya sendiri, memilih untuk memberi peringatan ini. Ini hanya berarti bahwa bahaya karena didapati kehabisan minyak, bahaya karena didapati tidak lagi tinggal dalam Dia adalah nyata, dan konsekuensinya pun nyata. Orang-orang yang didapati dalam keadaan seperti itu, tidak akan mendengar suara penyambutan dari Sang Tuan. Mereka akan mendengar apa yang dikatakan-Nya kepada lima gadis yang kehabisan minyak: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu”.

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

Perumpamaan tentang hamba yang tidak setia

Perumpamaan tentang hamba yang tidak setia



Dimulai dari Matius 24, Tuhan menekankan poin tentang kewaspadaan dan tentang perlunya kita berjaga-jaga, menanti-nantikan kedatangan-Nya. Kemudian, Ia memperkuat poin yang ditekankan-Nya itu melalui tiga perumpamaan, yang diberikan-Nya satu persatu, sehingga menunjukkan betapa pentingnya hal itu. Yang pertama adalah perumpamaan tentang hamba yang tidak setia. Mari kita membacanya:
Matius 24:42-51
“Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." "Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi."
Kepada siapakah Tuhan Yesus mengatakan perumpamaan ini? Sebelum Dia mulai mengatakan perumpamaan ini, Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (Matius 24:44). Siapakah “kamu” di sini? “Kamu” di sini adalah murid-murid-Nya (lihat juga Matius 24:4). Merekalah yang diperintahkan untuk bersiap sedia. Merekalah, dan bukan orang-orang yang tidak percaya atau orang Farisi, yang menjadi pendengar-Nya. Lalu, Ia melanjutkan perkataan-Nya dengan menggambarkan apa yang akan terjadi pada mereka yang didapati tidak bersiap sedia. Apa yang akan terjadi pada orang yang di tengah perjalanan berkata di dalam hatinya “tuanku tidak datang-datang”. Saya rasa orang itu tidak berkata seperti itu sejak hari yang pertama. Perkataannya di dalam hati, “tuanku tidak datang-datang”, serta perilakunya yang berubah seperti yang digambarkan dalam perikop di atas, menunjukkan bahwa pada awalnya, selama beberapa waktu, ia tidak berperilaku seperti itu. Tetapi setelah beberapa waktu, ia mulai berkata di dalam hatinya “ tuanku tidak datang-datang” dan ia pun “mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk”. Dengan kata lain, orang itu mulai hidup seakan ia tidak lagi memiliki Tuhan. Lalu, apa yang akan terjadi apabila tuan itu kembali? Jawabannya adalah:
“maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”
Wow! Membunuhnya, apakah karena ia tidak mengakhiri dengan baik, meskipun ia mungkin memulainya dengan baik? Tepat seperti itulah yang Tuhan katakan. Pada dasarnya, Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa: kita harus memperhatikan, berwaspada dan memastikan diri kita didapati-Nya setia ketika Ia datang. Jika kita didapati-Nya setia kita akan diberkati dan besarlah upah kita. Sebaliknya, orang-orang yang di tengah perjalanan berkata dalam hatinya “Tuanku tidak datang-datang”, lalu mulai hidup seperti orang munafik, perikop di atas mengatakan bahwa mereka akan mengalami akhir hidup yang dialami oleh orang-orang munafik. Dan Tuhan tidak berhenti di sini. Ia lebih jauh lagi menekankan poin-Nya melalui dua perumpamaan lain, juga satu perikop yang bukan berupa perumpamaan, yang semuanya dipaparkan-Nya satu persatu. Jadi, mari kita lanjutkan ke perumpamaan selanjutnya: perumpamaan tentang sepuluh gadis.

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus



Sungguh mengherankan betapa jarang kita mendengar khotbah di gereja-gereja barat tentang apa yang Tuhan Yesus Sendiri ajarkan, terutama tentang perkataan-Nya yang dianggap banyak orang sebagai “perkataan-perkataan yang keras”. Namun, perkataan-perkataan itu keras hanya apabila kita mencoba menjelaskannya sambil mengenakan kacamata doktrin yang mengatakan bahwa keselamatan diperoleh bukan melalui iman yang hidup, yang berlangsung terus menerus, melainkan melalui iman yang statis, iman pada suatu ketika, yang berarti juga tidak masalah apabila iman itu tidak berbuah. Maka ya, perkataan-perkataan keras itu akan sangat sulit untuk dipahami. Namun, apabila kita melepas kacamata tersebut, perkataan-perkataan Tuhan itu akan menjadi SANGAT jelas.
Sebelum mulai menyimak apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, saya perlu mengatakan bahwa ada orang-orang yang berusaha mengabaikan perkataan-perkataan Tuhan berdasarkan teori bahwa perkataan-perkataan itu tidak merujuk kepada kita, tetapi kepada orang-orang Yahudi yang masih hidup di bawah Hukum Taurat. Dengan demikian, mereka menggolongkan perkataan-Nya sedikit di atas Perjanjian Lama, dan dalam hal apa pun, dianggap tidak serelevan surat-surat yang ditulis oleh para rasul, sehingga mereka seakan-akan menciptakan pertentangan yang palsu antara apa yang Tuhan Yesus katakan dengan apa yang murid-murid-Nya katakan. Namun, dalam studi ini kita akan melihat bahwa tidak ada pertentangan seperti itu. Apa yang Tuhan katakan dan apa yang murid-murid-Nya ajarkan berada dalam harmoni yang mutlak satu dengan yang lain. Namun, bagi mereka yang memiliki pandangan seperti itu, silakan melihat lampiran kedua dari studi ini, di mana saya menjelaskan secara terperinci mengapa pandangan seperti itu salah. Sekarang, mari kita lanjutkan dengan perkataan Tuhan Yesus.

“Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri”

“Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri”



Kita lanjutkan dengan orang-orang yang termasuk dalam kategori ketiga dalam perumpamaan tentang penabur: mereka adalah orang-orang yang telah mendengar Firman, tetapi “dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekhawatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang1”. Mereka ini bukan orang-orang yang tidak menerima Firman. Orang yang tidak menerima Firman karena mereka tidak memahaminya dan Iblis segera mencuri Firman itu dari hati mereka, termasuk dalam kategori yang pertama. Sebaliknya, orang-orang dalam kategori ketiga ini, memiliki hati untuk Firman, tetapi mereka juga memiliki hati untuk kekayaan dan kenikmatan hidup serta berbagai tipu daya kekayaan. Jadi, kita melihat di sini bahwa tidaklah cukup untuk menerima Firman untuk dapat menghasilkan buah. Firman itu sendiri tidak akan menghasilkan buah apabila si pesaing Firman yaitu kekhawatiran (atau memedulikan apa yang dunia pedulikan2), tipu daya kekayaan dan kenikmatan hidup, tidak dicabut atau dibasmi. Apabila tidak dicabut, hasilnya adalah “orang-orang kristiani” duniawi yang tidak berbuah. Orang-orang seperti ini mungkin mengerti dan pada awalnya menerima Firman itu, namun tidak ada buah yang dihasilkan. Hal-hal lain yang tidak dibasmi membuat Firman tidak bertumbuh dan tidak menghasilkan buah.
Benarlah apa yang dikatakan dengan begitu jelas oleh Tuhan, bahwa tidaklah mungkin untuk seorang hamba melayani dua tuan. Dalam perjalanan waktu, salah satu dari keduanya harus pergi:
Lukas 16:13
Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Dan dalam Lukas 21:34, kembali Ia memperingatkan kita: “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”
Juga Yohanes mengatakan kepada kita:
1 Yohanes 2:15-17
“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.”
Dan Yakobus menyebut mereka yang bersahabat dengan dunia sebagai orang-orang yang tidak setia:
Yakobus 4:4
Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.”
Seseorang yang telah menikah dengan pasangannya, namun berselingkuh adalah orang yang tidak setia. Mereka yang mencintai dunia, kekayaan, serta kesenangan duniawi juga disebut orang-orang yang tidak setia. Mengapa? Karena mereka meninggalkan Kristus, Sang Mempelai Laki-Laki, demi untuk mengejar dunia.
Kembali ke perumpamaan tentang penabur, mereka yang termasuk dalam kategori ketiga telah terkena tipu daya kekayaan atau mereka melayani tuan yang lain (kekhawatiran dan kenikmatan dunia, dll.) sehingga mereka tidak dapat melayani Kristus pada saat yang sama.
Sekarang pertanyaan yang penting adalah: apakah kategori yang tidak berbuah ini, apabila mereka tetap dalam keadaannya dan tidak mau bertobat, dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah? Atau dengan kalimat lain: sehubungan dengan keselamatan, apakah tidak masalah apabila iman itu tidak berbuah, atau apakah tidak masalah apabila seseorang membiarkan Firman Allah dihimpit, dimatikan secara efektif melalui kecintaannya akan dunia ini? Apakah tidak masalah seseorang yang telah mengakui Yesus sebagai Tuhannya tetapi meninggalkan Dia demi melayani tuan yang lain? Apa yang akan terjadi dalam kasus seperti ini? Kita tidak perlu memikirkan apa jawabannya, karena Tuhan Sendiri telah menjawabnya lebih dari 2000 tahun yang lalu, dan kita akan memperhatikan dengan saksama apa jawaban-Nya. Jawaban yang Ia berikan berlaku pula untuk kategori kedua dalam perumpamaan, yaitu bagi mereka yang percaya “hanya sebentar saja”:
Yohanes 15:1-8
“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”
Saya percaya bahwa jawaban dari Tuhan ini tidak akan meninggalkan sedikit pun keraguan: satu-satunya cara untuk dapat menghasilkan buah adalah tinggal pada pokok anggur, tinggal di dalam Dia. Orang-orang yang tidak menghasilkan buah adalah mereka yang tidak tinggal pada pokok anggur dan apabila mereka tidak berubah, mereka akan dikumpulkan seperti ranting kering dan pada akhirnya, seperti yang Tuhan katakan, mereka akan dibakar! Apa artinya ini bagi mereka yang termasuk dalam kategori ke-3 (juga kategori ke-2)? Artinya adalah jika mereka tidak mau bertobat, jika mereka tidak mau menempel kembali pada pokok anggur sehingga mereka berbuah yang menandakan seseorang itu murid Kristus sejati, maka mereka akan mengalami apa yang dialami oleh ranting-ranting kering dalam perikop di atas, yaitu mereka akan “dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar”. Saya sadar bahwa dengan mengatakan ini, saya mungkin telah menyinggung hati beberapa pembaca, tetapi, apakah saya yang mengatakan semua ini? Bukan! Semua itu adalah perkataan Tuhan, yang dikatakan-Nya kepada orang-orang yang terdekat dari antara murid-murid-Nya, pada malam penangkapan-Nya. Lalu, apakah yang dikatakan-Nya itu sebuah kejutan? Apakah yang dikatakan-Nya itu sesuatu yang aneh? Sama sekali bukan jika kita mengerti bahwa seorang kristiani sejati bukanlah seseorang yang pernah membuat sebuah pengakuan pada suatu ketika namun secara praktis ia kemudian meninggalkan pengakuan itu atau bahkan tidak pernah mempraktikkan apa yang ia akui. Sebaliknya, seorang kristiani sejati adalah orang yang berusaha untuk hidup, untuk mempraktikkan hidup yang sesuai dengan pengakuannya, sekalipun mungkin ada banyak kesalahan selama ia menjalani kehidupan yang sesuai dengan imannya tersebut. Apabila kita telah mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi kita tidak bersungguh-sungguh menjadikan Dia Tuhan dalam hidup kita, maka jelaslah bahwa pengakuan kita itu bukan pengakuan yang jujur atau mungkin hanya jujur di masa lalu tetapi sekarang tidak lagi. Apakah pengakuan kita jujur atau tidak, akan terbukti melalui satu-satunya standar, yaitu dari buah yang kita hasilkan, dan menghasilkan buah yang diinginkan hanya mungkin terjadi apabila kita tinggal pada pokok anggur, yaitu pada Kristus. Kita membaca dalam Yohanes 15, di mana Tuhan berkata: “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian – atau DENGAN BERBUAH BANYAK– kamu adalah murid-murid-Ku.” Jadi, buah yang kita hasilkan adalah bukti yang menunjukkan apakah kita murid-murid Kristus yang sejati atau bukan.
Sesungguhnya, Tuhan memberikan cara yang sama kepada kita, yaitu dengan melihat dari buahnya, untuk menolong kita membedakan antara nabi yang palsu dan nabi yang benar:
Matius 7:15-20
“Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka."
Banyak orang takut membicarakan tentang buah, karena mereka pikir hal itu akan mengecilkan arti anugerah. Padahal, sama sekali tidak! Dapatkah pohon apel mengeluarkan buah lain? Pohon mengeluarkan buah, dan benih Firman apabila dipelihara, hasilnya: ia mengeluarkan buah. Iman dahulu, lalu diikuti oleh buah. Apakah ada yang lebih tidak alamiah daripada pohon yang seharusnya berbuah namun tidak pernah menghasilkan buah? Akankah kita menyebut pohon seperti itu pohon yang baik? Seandainya di kebun Anda memiliki sebuah pohon yang Anda harapkan akan berbuah, sama seperti yang Allah harapkan dari kita, tapi pohon itu tidak pernah berbuah, apakah Anda akan berkata, “Ah, tidak apa-apa”? Saya rasa tidak!
Buah adalah sesuatu yang sangat alamiah dihasilkan oleh seorang kristiani dan sangatlah tidak alamiah bila seorang kristiani tidak berbuah. Sebagaimana dijelaskan dalam Efesus 2:8-10:
Efesus 2:8-10
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”
Kita diselamatkan bukan karena melakukan perbuatan baik, namun kita diciptakan untuk melakukan perbuatan baik. “Diciptakan untuk” berarti inilah tujuan hidup kita. Dengan kata lain: mobil “diciptakan untuk” membawa kita dari A ke B. Kereta api “diciptakan untuk” melaju di atas rel. Pohon apel “diciptakan untuk” menghasilkan buah apel. Demikian pula, “kita diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik”. Oleh karena itu, pekerjaan baik dan iman bergandengan tangan satu dengan yang lain. Tidak masuk akal apabila kita berkata bahwa kita orang beriman namun tidak masalah apakah kita menghasilkan buah atau tidak. Itu sama saja seperti kita memiliki sebuah mobil tapi tidak penting apakah mobilnya bekerja atau tidak. Kita semua tahu bahwa itu penting sekali.
Bahwa perbuatan baik sebagai buah dari iman yang murni sangatlah penting, dijelaskan secara sederhana oleh Yakobus dalam suratnya:
Yakobus 2:14-17
“Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”
“Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati”, sama seperti tubuh tanpa roh adalah mati. Dengan kata lain, tidak ada iman yang sejati yang tidak menghasilkan buah! Iman yang tidak berbuah adalah iman yang mati dan iman seperti itu jelas tidak akan membuat seseorang masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Sedikit lebih jauh mengenai topik perbuatan baik yang sangat penting ini, beberapa kali Paulus mengatakan:
Titus 2:13-14
“dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.”
Titus 3:1
“Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik.”
2 Timotius 2:20-21
“Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”
Dan 2 Timotius 3:16-17
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”
Alkitab, Firman Allah ada, bukan untuk memberi kita pengetahuan di kepala. Alkitab ada, bukan untuk menjadikan umat Allah teolog yang ahli secara teori. Alkitab ada agar umat Allah dimampukan untuk berbuah, diperlengkapi untuk mencapai tujuan mereka diciptakan, yaitu untuk melakukan setiap pekerjaan baik.
Kembali ke perumpamaan penabur, hanya kategori keempat yang menghasilkan buah:
“Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat….. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”
Orang-orang yang termasuk dalam kategori kedua dan ketiga mendengarkan Firman tetapi mereka tidak berpegang kepadanya. Tetapi, orang-orang yang termasuk dalam kategori ini mendengarkan Firman, dan menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan. Jadi, untuk dapat menghasilkan buah, kita perlu menyimpan Firman itu dalam hati yang baik, dan dengan bertekun kita pun akan menghasilkan buah. Inilah kuncinya. Apabila setelah menerima Firman, kita membiarkan hal-hal lain merampas benih Firman itu dan membuat kita tidak tinggal tetap pada pokok anggur yaitu Kristus, maka tidak akan ada buah yang dihasilkan. Menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan (tepat seperti yang dikatakan Amsal 4:23), bertobat dari praktik-praktik lama kita dan memperbarui pikiran kita sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Firman Allah sangatlah penting sehingga benih Firman itu akan tumbuh dan menghasilkan banyak buah!
Sebagai penutup bab ini: biarlah kita semua menjadi orang-orang yang termasuk dalam kategori keempat dan jangan pernah beralih darinya. Dan bagi mereka yang tidak termasuk dalam kategori ini, biarlah mereka kembali, menempel lagi pada pokok anggur dan menghasilkan banyak buah yang membawa kemuliaan bagi Allah sebagai tanda yang memperlihatkan murid siapakah mereka sesungguhnya. Biarlah kita menguji diri kita sendiri dan apabila kita melihat ada duri, biarlah kita mencabut dan membuangnya, daripada kita menipu diri dengan menganggap bahwa kita dapat hidup sambil memelihara duri itu. Itu tidak bisa kita lakukan. Kita harus memilih antara duri itu atau Allah. Salah satunya harus pergi dan kita memilih siapa dari keduanya.



Catatan kaki
1. Untuk menghindarkan pemahaman yang salah tentang frasa “mereka tidak menghasilkan buah yang matang”, frasa itu tidak bermaksud mengatakan bahwa mereka itu bagaimanapun menghasilkan buah. Ini terlihat jelas dalam Matius 13:22, yang mengatakan dengan jelas bahwa mereka “tidak berbuah”.
2. Kita perlu mengklarifikasi hal ini: bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga bukanlah sebuah bentuk kekhawatiran yang akan menjauhkan kita dari Allah! Bekerja justru sebuah kewajiban! Namun menjadi seorang yang gila kerja adalah bentuk kekhawatiran yang akan menjauhkan kita dari Allah! Pada dasarnya, “kekhawatiran dunia”, artinya memedulikan apa yang dunia pedulikan, menjadikan kepentingan dunia ini menjadi kepentingan kita dan jalan hidup kita.