Latest News

Sunday, July 16, 2017

“Sebab ketika aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum”

“Sebab ketika aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum”



Matius pasal 25 tidak ditutup oleh perumpamaan tentang talenta. Pasal ini ditutup oleh sebuah perikop yang bentuknya bukan perumpamaan, namun sangat berkaitan dengan ketiga perumpamaan yang telah kita baca sebelumnya:
Matius 25:31-46
“Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal."
Banyak orang dengan segera mengabaikan ayat-ayat di atas karena dianggap merujuk kepada orang lain dan bukan kepada kita, oleh karena kita diselamatkan karena kasih karunia melalui iman dan bukan karena perbuatan baik. Saya akan senang menerima anggapan ini – dan memang selama bertahun-tahun saya pun beranggapan demikian – seandainya saya tidak memperhatikan hal-hal berikut:
Kepada siapakah Tuhan berbicara ketika Ia mengatakan perkataan-perkataan di atas dan ketiga perumpamaan dalam Matius 24 dan 25 yang telah kita baca? Ini sangat jelas dari konteksnya. Pengajaran Tuhan dimulai sebagai jawaban atas pertanyaan murid-murid berikut ini:
Matius 24:3
“Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya untuk bercakap-cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka: "Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?”
Lalu, setelah Ia mengatakan kepada mereka tentang mesias-mesias palsu, nabi-nabi palsu, pembinasa keji, dll., Ia berkata:
Matius 24:36-39, 42-43
“Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri." "Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia……..Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."
Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Siapakah yang diminta oleh Tuhan untuk berjaga-jaga, untuk bersiap sedia? Murid-murid-Nya. Setelah itu Tuhan melanjutkan dengan memaparkan beberapa contoh yang kesemuanya merujuk kepada satu hal yang sama, yaitu: bagaimana seharusnya perilaku seseorang yang sedang menanti-nantikan kedatangan Tuhannya. Bukankah kitalah yang termasuk orang-orang ini? Bila bukan kita, lalu siapa? Dengan kata lain, bila kita menganggap perkataan Kristus kepada murid-murid-Nya itu bukan ditujukan kepada kita, maka tidak ada orang lain yang dapat menjadi tujuan dari perkataan-perkataan ini. Inilah alasan mendasar yang membuat saya percaya bahwa perkataan-perkataan Tuhan ini bukan ditujukan kepada orang lain, tetapi kepada saya secara pribadi. Perhatikan pula waktu perkataan-perkataan ini diucapkan. Ini dinyatakan secara eksplisit dalam Matius 26:1-2:
Matius 26:1-2
“Setelah Yesus selesai dengan segala pengajaran-Nya itu, berkatalah Ia kepada murid-murid-Nya: "Kamu tahu, bahwa dua hari lagi akan dirayakan Paskah, maka Anak Manusia akan diserahkan untuk disalibkan."
Ini adalah pengajaran yang diberikan Tuhan kepada murid-murid-Nya sebelum akhir dari pelayanan-Nya, dua hari sebelum penyaliban-Nya. Ia tidak mengajarkan semua itu agar menjadi sekadar informasi bagi kita, Ia mengajarkannya untuk diterapkan oleh kita!
Lebih jauh lagi, apa yang Yesus katakan di atas sama sekali bukan sesuatu yang unik. Perhatikan di sini apa yang Yohanes katakan dalam suratnya:
1 Yohanes 3:16-18
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”
Yakobus menggunakan contoh yang sama seperti dalam 1 Yohanes 3:16-18, dan membuatnya bahkan lebih jelas lagi:
Yakobus 2:14-17
“Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”
Apakah kita adalah pengikut Kristus yang sejati atau bukan, secara sederhana dapat terlihat dari apakah kita menuruti Firman-Nya atau tidak, apakah kita melakukan apa yang dikatakan oleh Firman-Nya atau tidak – ya, sekalipun disertai dengan kesalahan dan kegagalan saat melakukannya (saya ulangi: kita belum sempurna namun kita berlari-lari ke arah itu (Filipi 3:12)). Sebagaimana dikatakan oleh Tuhan, bahwa tidak semua orang yang memanggil-Nya Tuhan Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Allah, melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa-Nya. Memang imanlah yang menyelamatkan tetapi iman yang menyelamatkan itu haruslah iman yang sejati, dan iman seperti itu dimanifestasikan melalui kita melakukan kehendak Allah, melalui kita melakukan pekerjaan-pekerjaan baik yang telah Allah persiapkan sebelumnya.
Dan, untuk menghindari kesalahpengertian: banyak dari pekerjaan-pekerjaan baik ini tidak memerlukan penyataan khusus. Mereka telah dituliskan dengan sangat jelas dalam Firman-Nya. Berikut ini beberapa di antaranya:
“ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Dan Yakobus 1:27
“Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”

Perumpamaan tentang talenta

Perumpamaan tentang talenta



Perumpamaan tentang sepuluh gadis segera diikuti oleh perumpamaan lain dengan topik yang sama: bahwa kita harus berjaga-jaga, melayani Tuhan dan berfokus kepada Dia. Masalah ini sangat penting, sangat kritis, bahkan seluruh pasal 25 dikhususkan untuk membahasnya. Perumpamaan kedua dalam pasal ini dan ketiga dalam urutannya adalah perumpamaan tentang talenta. Mari kita membacanya dimulai dari kesimpulan perumpamaan tentang sepuluh gadis.
Matius 25:13-15
“Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya." "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.”
Kata “sebab” yang telah saya tebalkan, jelas menghubungkan perumpamaan tentang talenta dengan perumpamaan tentang sepuluh gadis, terutama kesimpulannya, yakni bahwa kita harus berjaga-jaga, karena kita tidak tahu akan hari maupun saat kedatangan Tuhan. Lalu, Tuhan melanjutkan dengan mengatakan tentang talenta berbeda yang diberikan kepada hamba-hamba itu dan bahwa kriteria besarnya talenta adalah berdasarkan kesanggupan mereka masing-masing. Dalam perumpamaan ini kita melihat bahwa SEMUA hamba Tuhan, semua yang telah menjadikan Dia Tuhan, semuanya menerima talenta dari Tuhan untuk digunakan bagi tujuan-Nya. Talenta itu berasal dari-Nya, dan diberikan untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya. Selain itu, kita juga melihat bahwa tidak semua hamba menerima talenta yang sama. Yang seorang menerima lima talenta, yang seorang lagi menerima dua talenta dan yang lain menerima satu talenta. Menurut ayat-ayat di atas, faktor penentu seberapa banyak orang menerima talenta adalah kesanggupannya atau kapasitasnya untuk mengembangkan apa yang ia terima. Sekarang kita akan melihat apa yang para hamba itu lakukan dengan talenta yang mereka terima:
Matius 25:16-18
“Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta. Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.”
Hamba pertama dan kedua melakukan apa yang diharapkan dari mereka: mereka pergi dan menjalankan apa yang diberikan kepada mereka, bahkan mengembangkannya menjadi dua kali lipat. Tetapi hamba yang ketiga pergi dan menyembunyikan apa yang diberikan kepadanya. Perhatikan di sini: ia tidak mengonsumsi talenta itu. Ia juga tidak menghilangkannya. Sebaliknya, ia tidak melakukan apa pun dengan talenta itu. Dengan kata lain, ia tidak berbuah bagi tuannya.
Sekarang, mari kita melihat bagaimana reaksi Tuhan:
Matius 25:19-30
“Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka. Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan! Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya. Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."
Hamba yang pertama dan kedua menerima upah mereka karena telah melipatgandakan apa yang Tuhan berikan kepada mereka. Bagaimana dengan hamba yang ketiga? Tuhan menyebutnya hamba yang jahat dan malas. Hamba ini tidak melakukan apa-apa. Ia tidak melakukan kejahatan tetapi tidak juga melakukan kebaikan. Ia sepenuhnya tidak berguna.
Apa yang akhirnya terjadi kepada hamba yang tidak berbuah ini? Ayat terakhir perumpamaan ini mengatakan:
“Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”
Baru-baru ini, saya menonton film kartun untuk anak-anak yang topiknya adalah tentang perumpamaan ini. Ketika sampai ke bagian tentang hamba terakhir serta nasib yang akan dialaminya, mereka mengubah apa yang Tuhan katakan dengan menunjukkan bagaimana kedua hamba yang lain membagikan sebagian laba mereka kepada hamba yang malas, sehingga di akhir cerita “semuanya bahagia”. Jelaslah bahwa ada beberapa orang yang merasa tidak nyaman dengan beberapa hal yang Tuhan katakan. Jadi, mereka pun mengubahnya. Janganlah mengikuti langkah mereka. Sebaliknya, tanamkanlah ayat-ayat Firman Allah ini di dalam hati kita dan jawablah panggilan-Nya terhadap kita yaitu untuk kita selalu berjaga-jaga.
Melakukan kehendak Tuhan sekalipun disertai berbagai kesalahan dan kegagalan, serta menghasilkan buah bagi Tuhan, bukanlah sebuah pilihan, bukanlah sesuatu yang dilakukan oleh seorang kristiani hanya kalau ia mau, dan kalau ia tidak mau, tidak mengapa, toh, ia hanya akan kehilangan sebagian upahnya namun bisa tetap masuk ke dalam Kerajaan Allah oleh karena pengakuan yang pernah ia lakukan pada suatu ketika. Sama sekali bukan seperti itu. Sebaliknya, berusaha sekalipun disertai berbagai kegagalan dan kekurangan untuk melakukan kehendak Tuhan, untuk menjadi pelaku dan bukan hanya pendengar adalah perintah dari Firman Tuhan yang harus kita lakukan.
Sebagaimana Yakobus katakan kepada kita:
Yakobus 1:22-25
Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.”
Dan sebagaimana dikatakan dengan begitu jelas oleh Tuhan dalam Matius 7:21-27:
Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya."
“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga”. Adakah yang lebih jelas dari perkataan itu? Saya ingin mengulangi bahwa perkataan ini bukan bermaksud mengatakan bahwa kita tidak boleh melakukan kesalahan, juga bukan berarti kita harus melakukannya dengan sempurna. Yang dimaksud dalam perkataan ini adalah bahwa kita haruslah berlomba dengan tekun, dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman itu kepada kesempurnaan (Ibrani 12:1-2). Artinya tatkala kita mengikut Yesus, kita berusaha sekalipun ada kesalahan ketika melakukannya, namun dengan kuasa Kristus yang lebih besar dari segala sesuatu, kita melakukan kehendak Tuhan, sehingga kita pun menghasilkan buah yang diinginkan. Bagi beberapa orang buahnya mungkin lima talenta, dan bagi yang lain dua talenta. Tuhan tidak mengkritik orang yang menghasilkan dua talenta karena tidak menghasilkan lima talenta. Sebaliknya, Ia memujinya. Ia menghasilkan buah bagi Tuhannya sesuai dengan apa yang diberikan kepadanya. Orang yang dihukum adalah orang yang tidak berbuah. Orang yang tidak melayani Tuhannya, tetapi melayani tuhan yang lain (kita selalu melayani seorang tuhan). Perilaku seperti ini ada konsekuensinya dan konsekuensinya sangat berat:
“Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

Perumpamaan tentang sepuluh gadis

Perumpamaan tentang sepuluh gadis



Kita dapat membaca tentang perumpamaan ini dalam Matius 25:1-13. Di sana kita membaca:
"Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu, sebab pelita kami hampir padam. Tetapi jawab gadis-gadis yang bijaksana itu: Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ. Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."
Mengenai pelita dalam perumpamaan, Barney menjelaskan dalam ulasannya:
“”Pelita” yang dipergunakan dalam acara pernikahan lebih menyerupai “obor minyak”. Pelita dibuat dengan cara melilitkan kain di sekeliling potongan besi atau gerabah, terkadang dibuat rongga untuk memuat minyak, dan diikatkan ke pegangan dari kayu. Obor-obor ini dicelupkan dalam minyak, dan menghasilkan terang yang besar” (Penekanan ditambahkan).
Bila ulasannya benar, ini berarti pada awalnya kesepuluh gadis itu semuanya memiliki minyak untuk pelita mereka. Dari teksnya pun jelas dikatakan bahwa kesepuluh gadis, pada mulanya, menanti-nantikan Tuhan, dan menunggu kedatangan pengantin laki-laki. Tetapi, lima gadis yang bodoh tidak membawa minyak tambahan. Mungkin mereka berharap Tuhan akan segera datang sehingga mereka merasa tidak perlu membawanya, atau mereka tidak peduli. Namun, lima gadis bijaksana menyadari bahwa mereka tidak tahu “hari dan saat” kedatangan Tuhan dan mereka tidak ingin pelita mereka padam. Jadi, mereka membawa persediaan minyak yang dibutuhkan. Tuhan akhirnya datang pada waktu tengah malam, pada saat yang tidak disangka-sangka. Tetapi, kelima gadis bodoh sudah kehabisan minyak mereka. Pelita mereka sudah padam. Ketika Tuhan datang, mereka tidak dalam keadaan siap sedia dan mereka tidak dapat masuk ke ruang perjamuan kawin. Ketika mereka sampai di pintu, mereka mendapati pintu itu tertutup dan Tuhan, alih-alih membukakan pintu dan menyambut mereka meskipun mereka terlambat, Ia berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu”.
Bahwa Tuhan mengatakan perumpamaan ini untuk mengingatkan kita, terlihat jelas dari perkataan terakhir dari perumpaan ini, di mana kita membaca:
Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.”
Sekali lagi, “kamu” di sini bukan para pendengar umum atau orang-orang Farisi, melainkan para rasul dan murid-Nya (lihat di awal pengajaran ini dalam Matius 24:4). Dengan kata lain, apa yang ingin Tuhan katakan kepada kita, murid-murid-Nya, adalah: oleh karena kamu sudah melihat sendiri apa yang terjadi pada kelima gadis yang tidak siap, maka kamu harus berjaga-jaga, kamu harus waspada! Apabila ini dianggap tidak relevan bagi kita, jika kita menganggap kita pasti akan masuk ke dalam Kerajaan Allah, terlepas apakah kita termasuk orang yang awalnya percaya namun akhirnya murtad, ataukah kita termasuk orang yang ikut bertanding sampai garis akhir atau orang yang tinggal pada pokok anggur, maka tidak ada alasan bagi Tuhan untuk mengatakan kepada kita “Karena itu berjaga-jagalah”. Bahkan, tidak ada alasan untuk Dia memberi kita perumpamaan ini. Namun Tuhan, di akhir pelayanan-Nya (hanya dua hari sebelum penyaliban) dan Ia berbicara bukan kepada pendengar umum tetapi kepada rasul-rasul dan murid-murid-Nya sendiri, memilih untuk memberi peringatan ini. Ini hanya berarti bahwa bahaya karena didapati kehabisan minyak, bahaya karena didapati tidak lagi tinggal dalam Dia adalah nyata, dan konsekuensinya pun nyata. Orang-orang yang didapati dalam keadaan seperti itu, tidak akan mendengar suara penyambutan dari Sang Tuan. Mereka akan mendengar apa yang dikatakan-Nya kepada lima gadis yang kehabisan minyak: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu”.

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

Perumpamaan tentang hamba yang tidak setia

Perumpamaan tentang hamba yang tidak setia



Dimulai dari Matius 24, Tuhan menekankan poin tentang kewaspadaan dan tentang perlunya kita berjaga-jaga, menanti-nantikan kedatangan-Nya. Kemudian, Ia memperkuat poin yang ditekankan-Nya itu melalui tiga perumpamaan, yang diberikan-Nya satu persatu, sehingga menunjukkan betapa pentingnya hal itu. Yang pertama adalah perumpamaan tentang hamba yang tidak setia. Mari kita membacanya:
Matius 24:42-51
“Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." "Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi."
Kepada siapakah Tuhan Yesus mengatakan perumpamaan ini? Sebelum Dia mulai mengatakan perumpamaan ini, Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (Matius 24:44). Siapakah “kamu” di sini? “Kamu” di sini adalah murid-murid-Nya (lihat juga Matius 24:4). Merekalah yang diperintahkan untuk bersiap sedia. Merekalah, dan bukan orang-orang yang tidak percaya atau orang Farisi, yang menjadi pendengar-Nya. Lalu, Ia melanjutkan perkataan-Nya dengan menggambarkan apa yang akan terjadi pada mereka yang didapati tidak bersiap sedia. Apa yang akan terjadi pada orang yang di tengah perjalanan berkata di dalam hatinya “tuanku tidak datang-datang”. Saya rasa orang itu tidak berkata seperti itu sejak hari yang pertama. Perkataannya di dalam hati, “tuanku tidak datang-datang”, serta perilakunya yang berubah seperti yang digambarkan dalam perikop di atas, menunjukkan bahwa pada awalnya, selama beberapa waktu, ia tidak berperilaku seperti itu. Tetapi setelah beberapa waktu, ia mulai berkata di dalam hatinya “ tuanku tidak datang-datang” dan ia pun “mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk”. Dengan kata lain, orang itu mulai hidup seakan ia tidak lagi memiliki Tuhan. Lalu, apa yang akan terjadi apabila tuan itu kembali? Jawabannya adalah:
“maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”
Wow! Membunuhnya, apakah karena ia tidak mengakhiri dengan baik, meskipun ia mungkin memulainya dengan baik? Tepat seperti itulah yang Tuhan katakan. Pada dasarnya, Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa: kita harus memperhatikan, berwaspada dan memastikan diri kita didapati-Nya setia ketika Ia datang. Jika kita didapati-Nya setia kita akan diberkati dan besarlah upah kita. Sebaliknya, orang-orang yang di tengah perjalanan berkata dalam hatinya “Tuanku tidak datang-datang”, lalu mulai hidup seperti orang munafik, perikop di atas mengatakan bahwa mereka akan mengalami akhir hidup yang dialami oleh orang-orang munafik. Dan Tuhan tidak berhenti di sini. Ia lebih jauh lagi menekankan poin-Nya melalui dua perumpamaan lain, juga satu perikop yang bukan berupa perumpamaan, yang semuanya dipaparkan-Nya satu persatu. Jadi, mari kita lanjutkan ke perumpamaan selanjutnya: perumpamaan tentang sepuluh gadis.

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus



Sungguh mengherankan betapa jarang kita mendengar khotbah di gereja-gereja barat tentang apa yang Tuhan Yesus Sendiri ajarkan, terutama tentang perkataan-Nya yang dianggap banyak orang sebagai “perkataan-perkataan yang keras”. Namun, perkataan-perkataan itu keras hanya apabila kita mencoba menjelaskannya sambil mengenakan kacamata doktrin yang mengatakan bahwa keselamatan diperoleh bukan melalui iman yang hidup, yang berlangsung terus menerus, melainkan melalui iman yang statis, iman pada suatu ketika, yang berarti juga tidak masalah apabila iman itu tidak berbuah. Maka ya, perkataan-perkataan keras itu akan sangat sulit untuk dipahami. Namun, apabila kita melepas kacamata tersebut, perkataan-perkataan Tuhan itu akan menjadi SANGAT jelas.
Sebelum mulai menyimak apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, saya perlu mengatakan bahwa ada orang-orang yang berusaha mengabaikan perkataan-perkataan Tuhan berdasarkan teori bahwa perkataan-perkataan itu tidak merujuk kepada kita, tetapi kepada orang-orang Yahudi yang masih hidup di bawah Hukum Taurat. Dengan demikian, mereka menggolongkan perkataan-Nya sedikit di atas Perjanjian Lama, dan dalam hal apa pun, dianggap tidak serelevan surat-surat yang ditulis oleh para rasul, sehingga mereka seakan-akan menciptakan pertentangan yang palsu antara apa yang Tuhan Yesus katakan dengan apa yang murid-murid-Nya katakan. Namun, dalam studi ini kita akan melihat bahwa tidak ada pertentangan seperti itu. Apa yang Tuhan katakan dan apa yang murid-murid-Nya ajarkan berada dalam harmoni yang mutlak satu dengan yang lain. Namun, bagi mereka yang memiliki pandangan seperti itu, silakan melihat lampiran kedua dari studi ini, di mana saya menjelaskan secara terperinci mengapa pandangan seperti itu salah. Sekarang, mari kita lanjutkan dengan perkataan Tuhan Yesus.

“Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri”

“Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri”



Kita lanjutkan dengan orang-orang yang termasuk dalam kategori ketiga dalam perumpamaan tentang penabur: mereka adalah orang-orang yang telah mendengar Firman, tetapi “dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekhawatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang1”. Mereka ini bukan orang-orang yang tidak menerima Firman. Orang yang tidak menerima Firman karena mereka tidak memahaminya dan Iblis segera mencuri Firman itu dari hati mereka, termasuk dalam kategori yang pertama. Sebaliknya, orang-orang dalam kategori ketiga ini, memiliki hati untuk Firman, tetapi mereka juga memiliki hati untuk kekayaan dan kenikmatan hidup serta berbagai tipu daya kekayaan. Jadi, kita melihat di sini bahwa tidaklah cukup untuk menerima Firman untuk dapat menghasilkan buah. Firman itu sendiri tidak akan menghasilkan buah apabila si pesaing Firman yaitu kekhawatiran (atau memedulikan apa yang dunia pedulikan2), tipu daya kekayaan dan kenikmatan hidup, tidak dicabut atau dibasmi. Apabila tidak dicabut, hasilnya adalah “orang-orang kristiani” duniawi yang tidak berbuah. Orang-orang seperti ini mungkin mengerti dan pada awalnya menerima Firman itu, namun tidak ada buah yang dihasilkan. Hal-hal lain yang tidak dibasmi membuat Firman tidak bertumbuh dan tidak menghasilkan buah.
Benarlah apa yang dikatakan dengan begitu jelas oleh Tuhan, bahwa tidaklah mungkin untuk seorang hamba melayani dua tuan. Dalam perjalanan waktu, salah satu dari keduanya harus pergi:
Lukas 16:13
Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Dan dalam Lukas 21:34, kembali Ia memperingatkan kita: “Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.”
Juga Yohanes mengatakan kepada kita:
1 Yohanes 2:15-17
“Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.”
Dan Yakobus menyebut mereka yang bersahabat dengan dunia sebagai orang-orang yang tidak setia:
Yakobus 4:4
Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.”
Seseorang yang telah menikah dengan pasangannya, namun berselingkuh adalah orang yang tidak setia. Mereka yang mencintai dunia, kekayaan, serta kesenangan duniawi juga disebut orang-orang yang tidak setia. Mengapa? Karena mereka meninggalkan Kristus, Sang Mempelai Laki-Laki, demi untuk mengejar dunia.
Kembali ke perumpamaan tentang penabur, mereka yang termasuk dalam kategori ketiga telah terkena tipu daya kekayaan atau mereka melayani tuan yang lain (kekhawatiran dan kenikmatan dunia, dll.) sehingga mereka tidak dapat melayani Kristus pada saat yang sama.
Sekarang pertanyaan yang penting adalah: apakah kategori yang tidak berbuah ini, apabila mereka tetap dalam keadaannya dan tidak mau bertobat, dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah? Atau dengan kalimat lain: sehubungan dengan keselamatan, apakah tidak masalah apabila iman itu tidak berbuah, atau apakah tidak masalah apabila seseorang membiarkan Firman Allah dihimpit, dimatikan secara efektif melalui kecintaannya akan dunia ini? Apakah tidak masalah seseorang yang telah mengakui Yesus sebagai Tuhannya tetapi meninggalkan Dia demi melayani tuan yang lain? Apa yang akan terjadi dalam kasus seperti ini? Kita tidak perlu memikirkan apa jawabannya, karena Tuhan Sendiri telah menjawabnya lebih dari 2000 tahun yang lalu, dan kita akan memperhatikan dengan saksama apa jawaban-Nya. Jawaban yang Ia berikan berlaku pula untuk kategori kedua dalam perumpamaan, yaitu bagi mereka yang percaya “hanya sebentar saja”:
Yohanes 15:1-8
“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.”
Saya percaya bahwa jawaban dari Tuhan ini tidak akan meninggalkan sedikit pun keraguan: satu-satunya cara untuk dapat menghasilkan buah adalah tinggal pada pokok anggur, tinggal di dalam Dia. Orang-orang yang tidak menghasilkan buah adalah mereka yang tidak tinggal pada pokok anggur dan apabila mereka tidak berubah, mereka akan dikumpulkan seperti ranting kering dan pada akhirnya, seperti yang Tuhan katakan, mereka akan dibakar! Apa artinya ini bagi mereka yang termasuk dalam kategori ke-3 (juga kategori ke-2)? Artinya adalah jika mereka tidak mau bertobat, jika mereka tidak mau menempel kembali pada pokok anggur sehingga mereka berbuah yang menandakan seseorang itu murid Kristus sejati, maka mereka akan mengalami apa yang dialami oleh ranting-ranting kering dalam perikop di atas, yaitu mereka akan “dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar”. Saya sadar bahwa dengan mengatakan ini, saya mungkin telah menyinggung hati beberapa pembaca, tetapi, apakah saya yang mengatakan semua ini? Bukan! Semua itu adalah perkataan Tuhan, yang dikatakan-Nya kepada orang-orang yang terdekat dari antara murid-murid-Nya, pada malam penangkapan-Nya. Lalu, apakah yang dikatakan-Nya itu sebuah kejutan? Apakah yang dikatakan-Nya itu sesuatu yang aneh? Sama sekali bukan jika kita mengerti bahwa seorang kristiani sejati bukanlah seseorang yang pernah membuat sebuah pengakuan pada suatu ketika namun secara praktis ia kemudian meninggalkan pengakuan itu atau bahkan tidak pernah mempraktikkan apa yang ia akui. Sebaliknya, seorang kristiani sejati adalah orang yang berusaha untuk hidup, untuk mempraktikkan hidup yang sesuai dengan pengakuannya, sekalipun mungkin ada banyak kesalahan selama ia menjalani kehidupan yang sesuai dengan imannya tersebut. Apabila kita telah mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, tetapi kita tidak bersungguh-sungguh menjadikan Dia Tuhan dalam hidup kita, maka jelaslah bahwa pengakuan kita itu bukan pengakuan yang jujur atau mungkin hanya jujur di masa lalu tetapi sekarang tidak lagi. Apakah pengakuan kita jujur atau tidak, akan terbukti melalui satu-satunya standar, yaitu dari buah yang kita hasilkan, dan menghasilkan buah yang diinginkan hanya mungkin terjadi apabila kita tinggal pada pokok anggur, yaitu pada Kristus. Kita membaca dalam Yohanes 15, di mana Tuhan berkata: “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian – atau DENGAN BERBUAH BANYAK– kamu adalah murid-murid-Ku.” Jadi, buah yang kita hasilkan adalah bukti yang menunjukkan apakah kita murid-murid Kristus yang sejati atau bukan.
Sesungguhnya, Tuhan memberikan cara yang sama kepada kita, yaitu dengan melihat dari buahnya, untuk menolong kita membedakan antara nabi yang palsu dan nabi yang benar:
Matius 7:15-20
“Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka."
Banyak orang takut membicarakan tentang buah, karena mereka pikir hal itu akan mengecilkan arti anugerah. Padahal, sama sekali tidak! Dapatkah pohon apel mengeluarkan buah lain? Pohon mengeluarkan buah, dan benih Firman apabila dipelihara, hasilnya: ia mengeluarkan buah. Iman dahulu, lalu diikuti oleh buah. Apakah ada yang lebih tidak alamiah daripada pohon yang seharusnya berbuah namun tidak pernah menghasilkan buah? Akankah kita menyebut pohon seperti itu pohon yang baik? Seandainya di kebun Anda memiliki sebuah pohon yang Anda harapkan akan berbuah, sama seperti yang Allah harapkan dari kita, tapi pohon itu tidak pernah berbuah, apakah Anda akan berkata, “Ah, tidak apa-apa”? Saya rasa tidak!
Buah adalah sesuatu yang sangat alamiah dihasilkan oleh seorang kristiani dan sangatlah tidak alamiah bila seorang kristiani tidak berbuah. Sebagaimana dijelaskan dalam Efesus 2:8-10:
Efesus 2:8-10
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”
Kita diselamatkan bukan karena melakukan perbuatan baik, namun kita diciptakan untuk melakukan perbuatan baik. “Diciptakan untuk” berarti inilah tujuan hidup kita. Dengan kata lain: mobil “diciptakan untuk” membawa kita dari A ke B. Kereta api “diciptakan untuk” melaju di atas rel. Pohon apel “diciptakan untuk” menghasilkan buah apel. Demikian pula, “kita diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik”. Oleh karena itu, pekerjaan baik dan iman bergandengan tangan satu dengan yang lain. Tidak masuk akal apabila kita berkata bahwa kita orang beriman namun tidak masalah apakah kita menghasilkan buah atau tidak. Itu sama saja seperti kita memiliki sebuah mobil tapi tidak penting apakah mobilnya bekerja atau tidak. Kita semua tahu bahwa itu penting sekali.
Bahwa perbuatan baik sebagai buah dari iman yang murni sangatlah penting, dijelaskan secara sederhana oleh Yakobus dalam suratnya:
Yakobus 2:14-17
“Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”
“Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati”, sama seperti tubuh tanpa roh adalah mati. Dengan kata lain, tidak ada iman yang sejati yang tidak menghasilkan buah! Iman yang tidak berbuah adalah iman yang mati dan iman seperti itu jelas tidak akan membuat seseorang masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Sedikit lebih jauh mengenai topik perbuatan baik yang sangat penting ini, beberapa kali Paulus mengatakan:
Titus 2:13-14
“dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.”
Titus 3:1
“Ingatkanlah mereka supaya mereka tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik.”
2 Timotius 2:20-21
“Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.”
Dan 2 Timotius 3:16-17
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”
Alkitab, Firman Allah ada, bukan untuk memberi kita pengetahuan di kepala. Alkitab ada, bukan untuk menjadikan umat Allah teolog yang ahli secara teori. Alkitab ada agar umat Allah dimampukan untuk berbuah, diperlengkapi untuk mencapai tujuan mereka diciptakan, yaitu untuk melakukan setiap pekerjaan baik.
Kembali ke perumpamaan penabur, hanya kategori keempat yang menghasilkan buah:
“Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat….. Yang jatuh di tanah yang baik itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan.”
Orang-orang yang termasuk dalam kategori kedua dan ketiga mendengarkan Firman tetapi mereka tidak berpegang kepadanya. Tetapi, orang-orang yang termasuk dalam kategori ini mendengarkan Firman, dan menyimpannya dalam hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan. Jadi, untuk dapat menghasilkan buah, kita perlu menyimpan Firman itu dalam hati yang baik, dan dengan bertekun kita pun akan menghasilkan buah. Inilah kuncinya. Apabila setelah menerima Firman, kita membiarkan hal-hal lain merampas benih Firman itu dan membuat kita tidak tinggal tetap pada pokok anggur yaitu Kristus, maka tidak akan ada buah yang dihasilkan. Menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan (tepat seperti yang dikatakan Amsal 4:23), bertobat dari praktik-praktik lama kita dan memperbarui pikiran kita sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Firman Allah sangatlah penting sehingga benih Firman itu akan tumbuh dan menghasilkan banyak buah!
Sebagai penutup bab ini: biarlah kita semua menjadi orang-orang yang termasuk dalam kategori keempat dan jangan pernah beralih darinya. Dan bagi mereka yang tidak termasuk dalam kategori ini, biarlah mereka kembali, menempel lagi pada pokok anggur dan menghasilkan banyak buah yang membawa kemuliaan bagi Allah sebagai tanda yang memperlihatkan murid siapakah mereka sesungguhnya. Biarlah kita menguji diri kita sendiri dan apabila kita melihat ada duri, biarlah kita mencabut dan membuangnya, daripada kita menipu diri dengan menganggap bahwa kita dapat hidup sambil memelihara duri itu. Itu tidak bisa kita lakukan. Kita harus memilih antara duri itu atau Allah. Salah satunya harus pergi dan kita memilih siapa dari keduanya.



Catatan kaki
1. Untuk menghindarkan pemahaman yang salah tentang frasa “mereka tidak menghasilkan buah yang matang”, frasa itu tidak bermaksud mengatakan bahwa mereka itu bagaimanapun menghasilkan buah. Ini terlihat jelas dalam Matius 13:22, yang mengatakan dengan jelas bahwa mereka “tidak berbuah”.
2. Kita perlu mengklarifikasi hal ini: bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga bukanlah sebuah bentuk kekhawatiran yang akan menjauhkan kita dari Allah! Bekerja justru sebuah kewajiban! Namun menjadi seorang yang gila kerja adalah bentuk kekhawatiran yang akan menjauhkan kita dari Allah! Pada dasarnya, “kekhawatiran dunia”, artinya memedulikan apa yang dunia pedulikan, menjadikan kepentingan dunia ini menjadi kepentingan kita dan jalan hidup kita.