Latest News

Sunday, July 16, 2017

Perlombaan Apa yang Anda Ikuti?

Perlombaan Apa yang Anda Ikuti?



Dalam kitab Ibrani, Firman Tuhan berbicara tentang sebuah perlombaan yang wajib diikuti oleh kita sebagai orang-orang kristiani:
Ibrani 12:1-2
marilah kitaberlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.”
Perlombaan iman yang wajib kita ikuti ini adalah sebuah perlombaan yang harus kita lakukan dengan tekun, dengan mata yang tertuju kepada Yesus. Sebuah perlombaan yang fokusnya adalah Tuhan Yesus Kristus. Sebuah perlombaan yang pesertanya adalah orang-orang kristiani. Hal lain yang dapat kita simpulkan dari perkataan Paulus di atas adalah bahwa tidak semua orang yang menyebut dirinya Kristen turut dalam perlombaan ini. Karena kalau tidak, bukankah kita tidak perlu nasihat “MARILAH KITA…berlomba” ini?
Pertanyaan yang ingin saya ajukan kepada kita semua adalah perlombaan apa yang kita sedang ikuti saat ini? Apakah ada perlombaan yang lain?

Perlombaan yang salah

Saya menemukan istilah ini dalam sebuah buku Kristen yang sangat bagus berjudul “Man in the Mirrror” (Manusia dalam Cermin). Ada perlombaan lain yang sedang berlangsung di sekitar kita, yaitu perlombaan duniawi. Dalam perlombaan ini, yang menjadi tujuan akhirnya bukan Tuhan Yesus Kristus. Ini bukan sebuah lomba yang dilakukan dengan mata yang tertuju kepada Yesus. Sebaliknya, ini adalah sebuah perlombaan dengan berbagai “tujuan” yang dangkal. Sebuah perlombaan yang tujuannya adalah meraih keberhasilan finansial, kesuksesan dalam pekerjaan, pemenuhan diri, materi yang lebih banyak, rumah yang lebih bagus dan lebih besar, penghasilan yang lebih besar, pengaruh yang lebih kuat serta kekuasaan yang lebih besar. Sebuah perlombaan untuk memperoleh “hidup yang indah, menyenangkan, dan mapan”. Inilah perlombaan yang saat ini sedang dilakukan oleh milyaran orang setiap harinya, mereka memenuhi pusat-pusat perbelanjaan, memenuhi rumah mereka dengan semakin banyak benda yang belum tentu mereka butuhkan. Dalam perlombaan ini, orang berlomba-lomba meraih impian mereka akan suatu “kehidupan yang indah, menyenangkan, dan mapan”. Hidup yang makmur dan “damai sejahtera yang berpusat pada diri sendiri”. Akhir dari semuanya ini adalah: kekosongan, kehilangan orientasi, dan stres. Berbelanja menjadi istilah yang umum di antara orang-orang kristiani. Kita pergi berbelanja namun seringkali yang kita maksud di sini bukan untuk membeli kebutuhan kita melainkan untuk memperoleh sukacita semu yang muncul ketika membeli sesuatu.
Dengan demikian, terdapat dua macam perlombaan: perlombaan kristiani, yaitu sebuah perlombaan iman yang dilakukan dengan mata yang tertuju kepada Yesus, sebuah perlombaan, di mana pesertanya berlomba untuk menjalankan kehidupan dalam ketaatan penuh kepada Firman Tuhan. Ini merupakan kebalikan dari perlombaan duniawi, yaitu perlombaan materialisme, konsumerisme dan sekularisme. Masalahnya adalah sekalipun kita sebagai orang-orang kristiani seharusnya lebih paham akan hal ini, seringkali kita pun jatuh ke dalam perangkap sekuralisme, materialisme dan konsumerisme ini. Sekularisme sebagai agama para humanis tak bertuhan yang telah merancang ulang apa yang kita anggap bernilai menjadi sesuatu yang tidak bernilai, menjadi mayoritas yang dianut oleh banyak orang di luar sana. Dan banyak dari antara kita telah dibujuk sedemikian rupa untuk mengikuti injil yang mereka ajarkan. Televisi, internet, surat kabar, rekan kerja kita, semuanya meneriakkan ajaran yang sama, yaitu injil konsumerisme, materialisme dan sekularisme. Dan, banyak dari antara kita, orang-orang kristiani, memercayainya! Ajaran ini telah menyebabkan kemerosotan atas berita Injil yang sesungguhnya serta merendahkan harga menjadi seorang kristiani, sehingga banyak dari antara kita yang mengaku sebagai orang-orang kristiani, percaya kepada Allah namun bukan Allah seperti yang dituliskan dalam Alkitab. Kita percaya kepada Allah yang kita anggap seperti seorang kakek yang memanjakan kita dengan berbagai hadiah. Kita percaya kepada Allah yang hanya mengasihi serta memberi, tetapi bukan kepada Allah yang kudus. Allah menjadi seseorang yang kita harapkan bukan hanya menjadi pemenuh semua kebutuhan kita ─ sebuah pengharapan yang benar ─ namun juga sebagai seseorang yang menolong kita untuk terus berlomba dalam perlombaan yang salah. Kita menginginkan Allah sekaligus juga dunia. Namun, ini tidak mungkin. Sebagaimana dikatakan oleh Yakobus:
Yakobus 4:4
“Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.”
Tidak mungkin mengikuti dua perlombaan pada waktu bersamaan. Tidak mungkin untuk melayani dua tuan. Tidak mungkin mengendarai dua kuda sekaligus. Kita harus memilih salah satunya dan sebagai langkah pertama, kita harus terlebih dahulu tahu perlombaan apa yang saat ini sedang kita lakukan. Mungkin kita pergi ke gereja setiap Minggu. Namun, ini bisa saja tidak berarti apa pun. Banyak dari kita pergi ke gereja, namun pada hari Senin kita telah lupa apa yang dikhotbahkan dalam kebaktian Minggu kemarin. Saya percaya indikator terbaik untuk melihat perlombaan apa yang sesungguhnya sedang kita lakukan adalah dengan menyelidiki apa yang dikatakan oleh hati kita, atau yang lebih baik oleh Roh Allah yang tinggal dalam hati kita. Apakah kita merasakan kepenuhan dari kuasa dan kehidupan Allah dalam hidup kita ataukah kita merasakan kekosongan dan kehilangan orientasi? Semakin dekat dengan Allah akan menghasilkan hidup. Semakin dekat dengan dunia akan menghasilkan maut. Allah seperti apa yang kita percaya? Apakah Allah yang penuh kasih yang selalu memanjakan kita dengan hadiah dan berkat? Apa yang akan kita lakukan jika Allah tidak memenuhi standar-standar kita, jika permohonan doa kita tidak dikabulkan, jika keinginan kita tidak dipenuhi? Apakah kita akan menjadi seperti orang yang berhutang, lalu mencari pertolongan kepada monster berupa konsumerisme, materialisme dan sekularisme? Apa yang akan kita lakukan jika harga menjadi seorang Kristen semakin mahal? Jika kita harus menyatakan dan mempertahankan iman kita di tempat kerja atau di tengah masyarakat?
Allah adalah satu-satunya sumber kehidupan. Yesus mengatakan barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Dia, ia akan memperolehnya. Banyak dari antara kita mencoba untuk mempertahankan nyawa kita. Bagi banyak orang di antara kita, kehidupan kita, diri kita sendiri adalah hal yang paling penting. Banyak dari kita mencoba mendapatkan kepuasan dari pusat-pusat perbelanjaan, atau dari harta benda dan kekayaan yang berhasil kita kumpulkan. Cara yang Yesus ingin agar kita lakukan adalah kita bersedia kehilangan nyawa kita karena Dia, kita mau menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Allah, dan mengarahkan mata kita kepada Yesus, dan hasilnya, kita pun akan mendapatkan Yesus, yaitu HIDUP itu sendiri. Tuhan berkata kepada Yeremia bahwa umat-Nya telah meninggalkan Dia, sumber air yang hidup, dan telah menggali bagi mereka sendiri kolam yang bocor yang tidak mungkin dapat menahan air (Yeremia 2:13). Allah adalah satu-satunya sumber air hidup. Dia adalah Satu-satunya yang daripada-Nya kehidupan dan damai sejahtera berasal, dan orang-orang yang pada saat ini atau yang pernah pada suatu hari dekat dengan-Nya tentu memahami hal ini dengan baik. Jika Allah terasa sangat jauh, mungkinkah itu disebabkan karena kita sedang mengikuti perlombaan yang salah? Mungkinkah karena kita telah mengikuti ajaran injil yang salah? Benar sekali! Semakin lama kita berlomba dalam perlombaan yang salah, semakin jauh kita dari Allah. Namun, ada jalan untuk kembali. Sebagaimana dikatakan oleh salah seorang nabi: “Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN” (Ratapan 3:40). Seperti dilakukan oleh anak yang hilang, marilah kita memeriksa diri kita dan kembali ke rumah Bapa. Dalam perumpamaan tentang penabur, 3 dari keempat kategori adalah orang percaya atau orang-orang kristiani. Namun hanya satu, yaitu kategori terakhir yang berlomba dalam perlombaan yang benar. Dua lainnya berlomba dalam perlombaan yang salah. Yang termasuk dalam kategori kedua adalah mereka yang menjadi orang-orang kristiani hanya ketika harganya murah. Ketika harganya naik, ketika mengalami penganiayaan karena Injil, mereka pun murtad. Mereka mengikuti perlombaan hanya demi memperoleh pengakuan dunia. Kategori ketiga adalah mereka yang terkena tipu daya kekayaan dan hidup dalam kekhawatiran. Mereka adalah orang-orang yang “terlalu sibuk”. Mereka berjuang untuk menjadi kaya dan memiliki hidup yang bahagia dan indah menurut standar dunia. Tujuan seperti ini sangat mengaburkan visi mereka sehingga pada akhirnya mereka tidak mampu menghasilkan buah. Mereka adalah “orang-orang Kristen” duniawi, yang berlomba dalam perlombaan duniawi. Tak satu pun dari kedua kategori ini menghasilkan buah. Hanya kategori terakhir yang menghasilkan buah dan hanya kategori ini yang berlomba dalam perlombaan iman. Kita dapat melihat contoh yang berkaitan dengan hal ini dalam surat-surat Paulus. Demas, seorang yang sering Paulus sebutkan dalam surat-suratnya, akhirnya meninggalkan Paulus dan mengikuti dunia (2 Timotius 4:10). Demas berlomba, namun ia berlomba untuk tujuan yang salah. Ia berlomba dalam perlombaan duniawi dan bukan dalam perlombaan Kristus. Perlombaan apa yang sedang ANDA lakukan sekarang? Berjuta orang dari antara kita sedang berlomba dalam perlombaan yang salah. Jutaan orang dari antara kita perlu untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Sekaranglah waktunya bagi jutaan orang di antara kita untuk berhenti hidup dalam kekosongan batiniah dan kembali kepada sumber seluruh kehidupan dan kebenaran, yaitu kepada Allah yang hidup sebagaimana dinyatakan-Nya dalam Firman-Nya ─ Alkitab. Berjuta orang di antara kita telah membeli injil konsumerisme, materialisme dan sekularisme, dan berlomba dengan tujuan memperoleh “kehidupan yang indah, penuh berkat, dan bebas masalah”. Jutaan orang di antara kita percaya kepada Allah yang tidak sesuai dengan Allah di dalam Alkitab, mereka hanya percaya Allah sebagai kakek penuh kasih yang selalu mengirimkan berbagai berkat. Jutaan orang berhenti mengikuti Allah, jika Dia tidak mengabulkan keinginan pribadi yang dianggap mereka sangat penting. Ketika Yesus mati, benda satu-satunya yang ia miliki adalah jubah yang dibagikan di antara para pengawal. Pada hari ini, jutaan orang di antara kita perlu sebuah truk untuk mengangkut berton-ton barang milik kita. Injil mana yang Anda percayai? Injil Yesuskah atau injil materialisme, sekularisme, dan konsumerisme?
Ratapan 3:40
“Marilah kita menyelidiki dan memeriksa hidup kita, dan berpaling kepada TUHAN.”
Ibrani 12:2
“Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.”

Perumpamaan tentang hamba yang tidak setia

Perumpamaan tentang hamba yang tidak setia



Dimulai dari Matius 24, Tuhan menekankan poin tentang kewaspadaan dan tentang perlunya kita berjaga-jaga, menanti-nantikan kedatangan-Nya. Kemudian, Ia memperkuat poin yang ditekankan-Nya itu melalui tiga perumpamaan, yang diberikan-Nya satu persatu, sehingga menunjukkan betapa pentingnya hal itu. Yang pertama adalah perumpamaan tentang hamba yang tidak setia. Mari kita membacanya:
Matius 24:42-51
“Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." "Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya. Akan tetapi apabila hamba itu jahat dan berkata di dalam hatinya: Tuanku tidak datang-datang, lalu ia mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk, maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi."
Kepada siapakah Tuhan Yesus mengatakan perumpamaan ini? Sebelum Dia mulai mengatakan perumpamaan ini, Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (Matius 24:44). Siapakah “kamu” di sini? “Kamu” di sini adalah murid-murid-Nya (lihat juga Matius 24:4). Merekalah yang diperintahkan untuk bersiap sedia. Merekalah, dan bukan orang-orang yang tidak percaya atau orang Farisi, yang menjadi pendengar-Nya. Lalu, Ia melanjutkan perkataan-Nya dengan menggambarkan apa yang akan terjadi pada mereka yang didapati tidak bersiap sedia. Apa yang akan terjadi pada orang yang di tengah perjalanan berkata di dalam hatinya “tuanku tidak datang-datang”. Saya rasa orang itu tidak berkata seperti itu sejak hari yang pertama. Perkataannya di dalam hati, “tuanku tidak datang-datang”, serta perilakunya yang berubah seperti yang digambarkan dalam perikop di atas, menunjukkan bahwa pada awalnya, selama beberapa waktu, ia tidak berperilaku seperti itu. Tetapi setelah beberapa waktu, ia mulai berkata di dalam hatinya “ tuanku tidak datang-datang” dan ia pun “mulai memukul hamba-hamba lain, dan makan minum bersama-sama pemabuk-pemabuk”. Dengan kata lain, orang itu mulai hidup seakan ia tidak lagi memiliki Tuhan. Lalu, apa yang akan terjadi apabila tuan itu kembali? Jawabannya adalah:
“maka tuan hamba itu akan datang pada hari yang tidak disangkakannya, dan pada saat yang tidak diketahuinya, dan akan membunuh dia dan membuat dia senasib dengan orang-orang munafik. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”
Wow! Membunuhnya, apakah karena ia tidak mengakhiri dengan baik, meskipun ia mungkin memulainya dengan baik? Tepat seperti itulah yang Tuhan katakan. Pada dasarnya, Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa: kita harus memperhatikan, berwaspada dan memastikan diri kita didapati-Nya setia ketika Ia datang. Jika kita didapati-Nya setia kita akan diberkati dan besarlah upah kita. Sebaliknya, orang-orang yang di tengah perjalanan berkata dalam hatinya “Tuanku tidak datang-datang”, lalu mulai hidup seperti orang munafik, perikop di atas mengatakan bahwa mereka akan mengalami akhir hidup yang dialami oleh orang-orang munafik. Dan Tuhan tidak berhenti di sini. Ia lebih jauh lagi menekankan poin-Nya melalui dua perumpamaan lain, juga satu perikop yang bukan berupa perumpamaan, yang semuanya dipaparkan-Nya satu persatu. Jadi, mari kita lanjutkan ke perumpamaan selanjutnya: perumpamaan tentang sepuluh gadis.

Source : https://www.jba.gr/Bahasa/index.htm

“Iman yang Bekerja oleh Kasih”

“Iman yang Bekerja oleh Kasih”



Setelah pembahasan di atas dan sebelum melanjutkan ke pembahasan berikutnya, saya ingin menambahkan beberapa hal tentang kasih. Saya percaya ini perlu dilakukan karena perbuatan iman di dalam Perjanjian Baru merujuk pada perbuatan-perbuatan yang tenaga pendorongnya adalah kasih. Galatia 5:5 meringkaskan hal ini dengan baik sekali:
Galatia 5:6
“Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih.”
Di sini semuanya dirangkumkan dalam satu frasa: Iman, kasih, perbuatan! Tak satu pun darinya dapat berdiri sendiri. Perbuatan tanpa iman tidak memiliki validitas. Perbuatan yang tidak dimotivasi oleh kasih tidak ada manfaatnya. Sebagaimana Paulus katakan dalam 1 Korintus 13:1-3:
“Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.”
Kemudian ia melanjutkan dengan memaparkan apa yang dilakukan oleh kasih dan apa yang tidak dilakukan oleh kasih:
1 Korintus 14:4-8, 13
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. … Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.”
Jelas sekali bahwa kasih itu tidak pasif.
Jadi, sebagaimana perbuatan tanpa kasih sebagai pendorong tidak ada manfaatnya, demikian juga kasih tanpa disertai perbuatan bukanlah kasih yang nyata. Sebagaimana Yohanes katakan kepada kita:
1 Yohanes 3:16-18
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”
Kasih yang sejati adalah kasih yang diwujudkan dalam tindakan, yang diwujudkan dengan perbuatan dan di dalam kebenaran.
Jadi, kita dapat melihat bahwa iman, perbuatan dan kasih bukan sesuatu yang terpisah satu dengan yang lain. Yakobus mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati (Yakobus 2:17) dan Paulus mengatakan bahwa perbuatan tanpa kasih tidak ada faedahnya. Lebih jauh lagi, Yohanes mengatakan bahwa kasih tanpa perbuatan bukanlah kasih yang sejati. Jadi apakah iman yang sejati itu? Iman yang sejati adalah iman yang memiliki semuanya itu. Iman yang sejati adalah: “iman yang bekerja oleh kasih”.

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus: Kesimpulan

Menyimak Beberapa “Perkataan Keras” yang Diucapkan oleh Yesus: Kesimpulan



Sebagai kesimpulan dari bab ini, jelaslah bahwa Tuhan kita sama sekali tidak berkenan kepada iman yang tidak berbuah. Perkataan-perkataan-Nya membuka jalan bagi pemahaman yang benar tentang apa artinya percaya kepada Yesus dan memiliki iman di dalam Yesus. Dan ini sama sekali bukan sekadar pengakuan, tetapi sebagaimana yang rasul Paulus ajarkan (lihat bab selanjutnya), ini merupakan sebuah pertandingan yang harus dijalankan dan perjuangan yang harus diperjuangkan. Tinggal di dalam Dia, bukanlah sebuah pilihan, melainkan kewajiban, dan bagi mereka yang tidak tinggal di dalam Dia, mereka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Namun sayangnya, banyak orang memilih untuk mengabaikan kebenaran ini, karena percaya bahwa yang terpenting adalah saat memulai dalam iman. Tentu saja memulai dalam iman sangat penting (kita tidak mungkin menyelesaikan sesuatu tanpa memulainya), tetapi saya ingin katakan bahwa yang jauh lebih penting adalah memulai DAN menyelesaikan di dalam iman, tetap tinggal pada pokok anggur, tetap tinggal di dalam Kristus, hingga pada akhirnya dan menyingkirkan apa pun yang ingin mengalihkan kita dari kebenaran ini.

“Barangsiapa menang”

“Barangsiapa menang”



Ada beberapa penerbit Alkitab yang menandai perkataan-perkataan Yesus di dalam Alkitab dengan warna merah. Bila Anda memiliki Alkitab seperti ini, Anda akan mendapati bahwa setelah kitab-kitab Injil hanya ada sedikit sekali warna merah dalam kitab Kisah Para Rasul dan surat-surat para rasul, mungkin hanya ada kira-kira selusin ayat saja yang diberi warna merah. Meskipun pengarang Kisah Para Rasul serta surat-surat para rasul adalah Roh Kudus yang sama yang mengarang kitab-kitab Injil, Yesus di dalam kitab-kitab itu tidak berbicara sebagai orang pertama. Namun, hal ini berubah di dalam kitab terakhir dari Alkitab, yakni kitab Wahyu. Di sana Yesus kembali berbicara sebagai orang pertama, dan dalam bagian ini, saya ingin menunjukkan beberapa hal tertentu dari pasal kedua dan ketiga kitab Wahyu. Pasal-pasal ini memuat surat yang ditujukan kepada tujuh jemaat di Asia Kecil. Yesus Sendiri mendiktekan surat-surat ini kepada Rasul Yohanes, memerintahkannya untuk menuliskannya, dan mengirimkannya bersama dengan keseluruhan kitab kepada jemaat-jemaat. Namun, yang mengejutkan adalah betapa sedikitnya perhatian orang terhadap surat-surat Yesus ini. Ada teori yang mengatakan bahwa surat-surat Yesus ini beserta dengan keseluruhan kitab Wahyu bukanlah ditujukan kepada kita, tetapi kepada orang-orang percaya di masa depan dan merekalah yang akan mampu memahaminya, sehingga melalui teori tersebut mereka menyiratkan bahwa kita boleh saja mengabaikan kitab ini atau menganggapnya hanya “sekadar informasi bagi kita.” Dalam lampiran ketiga dari buku ini, saya memaparkan beberapa alasan mengapa saya percaya bahwa pandangan ini salah.
Sekarang kembali ke surat-surat itu sendiri, apa yang ingin saja paparkan di sini dan yang saya percaya sangat relevan dengan studi ini, adalah fakta bahwa: Tuhan mengakhiri ketujuh surat tersebut dengan sebuah janji kepada barangsiapa yang menang. Mari kita membahas janji-janji ini:
Wahyu 2:7
Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah."
Wahyu 2:11
Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua.”
Wahyu 2:17
Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya."
Wahyu 2:26-28
“Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaan-Ku sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa; dan ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi; mereka akan diremukkan seperti tembikar tukang periuk--sama seperti yang Kuterima dari Bapa-Ku-- dan kepadanya akan Kukaruniakan bintang timur.”
Wahyu 3:5
Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.”
Wahyu 3:12
Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru.”
Dan Wahyu 3:21
Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.”
Sungguh menakjubkan semua yang dijanjikan kepada mereka yang menang; kepada mereka yang bertahan hingga akhirnya, yang melakukan pekerjaan dan Firman-Nya hingga kesudahannya. Namun, banyak orang pada zaman ini percaya bahwa mereka tidak perlu mengalahkan apa pun. Mereka percaya bahwa semuanya sudah dilakukan dan dibersihkan bagi mereka di masa lalu, yaitu pada sebuah momen iman. Pada dasarnya, sesuai pandangan mereka, perlombaan iman bukan hanya dimulai pada saat kita percaya, tetapi juga berakhir pada saat itu juga. Tetapi, jika benar demikian, maka tidak ada alasan bagi Yesus untuk berbicara tentang barang siapa yang menang. Karena berbicara tentang mereka yang menang hanya berarti bahwa kita perlu untuk menang, namun itu juga berarti akan ada beberapa orang yang TIDAK menang dan kepada mereka, janji-janji di atas tidak akan diberikan.
Kita ambil Wahyu 3:5 sebagai contoh:
Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.”
Yesus berjanji jika kita menang, nama kita tidak akan dihapus dari kitab kehidupan. Tetapi ini juga berarti bahwa jika kita tidak menang, nama kita akan dihapus. Kitab kehidupan adalah kitab yang memuat nama-nama orang yang akan hidup selamanya (lihat Filipi 4:3). Hanya mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan yang akan memiliki hidup yang kekal dan masuk ke dalam Yerusalem Baru (Wahyu 21:27), sedangkan mereka yang namanya tidak tertulis dalam kitab kehidupan, akan dilemparkan ke dalam lautan api (Wahyu 20:15). Dengan kata lain: hidup kekal adalah bagi mereka, dan hanya bagi mereka yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan. Dan, sebagaimana jelas dari perkataan Yesus, kitab kehidupan bukan hanya menerima masukan nama-nama baru! Kitab itu juga menerima penghapusan nama-nama yang sudah ada, yaitu nama-nama mereka yang tidak menang, nama-nama mereka yang berpaling. Oleh karena itu, pernah tercantum dalam kitab kehidupan, tidak menjamin kita untuk tercantum dalam kitab itu selamanya. Barangsiapa yang mundur dari imannya tanpa pernah bertobat kembali (selama kesempatan untuk bertobat masih ada – lihat lebih jauh dalam diskusi kita tentang Ibrani 6), barangsiapa tidak menang, nama mereka tidak akan ditemukan dalam kitab kehidupan. Saya tahu bahwa banyak orang tidak terbiasa mendengar tentang kebenaran ini, tetapi ini adalah kebenaran sederhana yang saya baca di dalam Alkitab dan secara pribadi, saya tidak mau mengabaikan kebenaran ini ataupun mencari cara untuk memberikan penjelasan yang menyesatkan.

Perumpamaan tentang orang yang berhutang sepuluh ribu talenta

Perumpamaan tentang orang yang berhutang sepuluh ribu talenta



Kita mendapati perumpamaan ini dalam Matius 18:23-35. Di sana kita membaca:
“Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak isterinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Maka sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunaskan. Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya. Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Maka sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunaskan. Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai dilunaskannya hutangnya. Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."
Sepuluh ribu talenta adalah jumlah yang SANGAT BESAR. Tak seorang pun dapat menghasilkan uang sebanyak itu. Namun, sebesar itulah hutang hamba ini. Dan, tahukah Anda apa yang terjadi? Tuan itu mengampuni dan membebaskan hamba itu dari hutangnya. Ini adalah KASIH KARUNIA! Kasih karunia artinya belas kasihan yang diberikan kepada seseorang yang tidak layak menerimanya. Dan, inilah yang dilakukan oleh sang tuan, yang merupakan gambaran dari Allah: ketika mendengar permohonan hambanya, ia mengampuni dan membebaskan dia dari hutangnya yang sangat besar itu. Hamba itu sekarang bebas! Ia telah diampuni! Perhatikan juga bahwa hamba itu tidak melakukan apa pun yang membuatnya layak untuk menerima pengampunan atas hutangnya, kecuali memohon belas kasihan dari tuannya. Sampai di sini, saya percaya kita semua setuju bahwa ini adalah gambaran yang sempurna dari Anda dan saya. Apa yang terjadi pada hamba ini, kasih karunia dan belas kasihan yang ditunjukkan kepadanya, adalah kasih karunia dan belas kasihan yang sama yang ditunjukkan oleh Allah kepada kita. Sebagaimana Efesus 2:1-9 katakan tentang kita:
Efesus 2:1-9
Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain. Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita--oleh kasih karunia kamu diselamatkan-- dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus. Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”
Hutang kita sangat besar. Kita sudah mati karena pelanggaran dan dosa-dosa kita. Kita adalah musuh Allah dan kita adalah orang-orang durhaka. Lalu, apa yang terjadi? Kita bertobat dan percaya. Kita menyembah Dia seperti yang dilakukan hamba itu dan memohon agar Raja mengampuni kita. Dan Ia mengabulkan permohonan kita! Ini namanya kasih karunia. Oleh kasih karunia kita diselamatkan. Itulah juga yang dialami hamba tersebut: oleh kasih karunia ia diselamatkan dari hutangnya yang besar. Tidak ada perbuatan apa pun yang dapat Anda, saya, atau hamba itu lakukan untuk dapat membayar hutang itu. Hanya kasih karunia yang dapat melakukannya. Jadi keselamatan adalah karena kasih karunia melalui iman dan keselamatan tidak dapat diperoleh karena kita melakukan perbuatan baik karena tidak ada perbuatan baik apa pun yang dapat membayar hutang kita yang sedemikian besar itu. Saya rasa, sampai di sini baik-baik saja. Tetapi, Tuhan tidak berhenti sampai di sini!
Ia melihat apa yang hamba itu lakukan dan ternyata setelah hutangnya yang besar itu diampuni, ia tidak mau mengampuni kawannya yang berhutang sejumlah kecil kepadanya. Hamba itu diampuni tetapi ia tidak berjalan sebagai orang yang telah mengalami pengampunan. Sekarang, apakah Raja itu adil apabila di sini Ia tidak melakukan penghakiman? Tidak. Sebaliknya Ia benar-benar tidak adil apabila tidak melakukan apa pun dalam hal ini. Namun, inilah yang justru banyak orang harapkan dari Tuhan: mereka berharap Tuhan mengampuni mereka namun ingin agar Tuhan jangan menghakimi mereka apabila mereka bersikeras untuk tidak hidup seperti orang yang sudah diampuni. Ketika Tuhan menghakimi hamba itu dan mengembalikan hutangnya yang besar yang tadinya sudah diampuni, apakah itu berarti ia tidak berkasih karunia? Tidak! Kasih karunia-Nya telah dimanifestasikan ketika Ia pada mulanya mengampuni hamba itu dan membebaskannya dari hutangnya yang besar. Tetapi, setelah melihat bahwa hamba ini sama sekali tidak berjalan sebagai seseorang yang telah diampuni tetapi memanfaatkan kebebasannya dengan menekan kawannya serta memerintahkan agar “keadilan” diterapkan dalam hal hutang yang kecil itu, maka keadilan pun harus diterapkan atas dirinya juga! Jadi jangan menyalahartikan kasih karunia dan keadilan. Allah adalah keduanya: Ia Maha Kasih dan Ia juga Maha Adil. Apabila kita bertobat dengan sepenuh hati, kita pun menerima kasih karunia. Namun, jika kita tidak mau mengampuni, atau pada dasarnya kita meminta penghakiman terjadi atas mereka yang bersalah kepada kita, maka penghakiman itu akan diterapkan, tetapi akan dimulai dari kita! Dalam hal ini, Allah kita tidak meninggalkan sedikit pun ruang untuk kesalahpengertian:
“Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."
Dan sekali lagi dinyatakan dalam Doa Bapa Kami:
Matius 6:12
“dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”
Ini dijelaskan lebih jauh oleh Tuhan dalam ayat 14-15:
“Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”
Bahwa Allah bukan hanya penuh kemurahan dan kebaikan tetapi juga penuh kebenaran disertai kekerasan yang sesuai dengan kebenaran itu, diringkaskan dengan sangat baik oleh Paulus dalam Roma 11:22, di mana ia berkata:
“Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasan-Nya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahan-Nya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga.”
Ada kemurahan Allah dan kemurahan ini akan kita terima jika kita terus berjalan di jalan iman yang sempit, jika kita tetap tinggal di dalam Kristus, di dalam Dia yang telah membayar harga bagi kita. Tetapi, jika kita tidak melakukannya, dan kita tidak terus berada di dalam kemurahan-Nya, atau dengan kata lain, jika kita memilih, sama seperti hamba itu, untuk berjalan seperti orang yang belum menerima pengampunan dari dosa dan pelanggaran, yang di dalamnya kita mati, maka bukan kemurahan yang kita dapatkan tetapi kekerasan-Nya. Allah adalah keduanya dan kita memilih apa yang akan kita dapatkan.