Latest News

Wednesday, June 21, 2017

Menjadi Suruhan Tuhan yang Berhasil

Menjadi Suruhan Tuhan yang Berhasil

Semua orang Kristen adalah suruhan. Lho, kok bisa? Iya, orang Kristen tidak dipanggil hanya untuk meninggalkan dunia dan kemudian enak-enak hidup menikmati surga, tetapi untuk kembali ke dalam dunia dan memberitakan kabar baik. Seorang nabi adalah seorang suruhan Tuhan, demikian pula semua orang Kristen selama hidupnya di dunia ini. Nah, pertanyaannya adalah, bagaimana bisa menjadi seorang suruhan Tuhan yang berhasil? Yang dapat membuat manusia berdosa berbalik kepada Tuhan?
Yesus dan murid-murid NyaSelain usaha keras, ada satu syarat penting: keyakinan. Kita harus meyakini bahwa kita sedang mengerjakan suatu kebaikan, kebenaran, dan hal yang sangat sangat berharga. Karena keyakinan, banyak manusia biasa akhirnya menjadi tokoh-tokoh besar dunia. Mereka yakin dengan apa yang mereka kerjakan. Bahwa itu benar, baik dan sangat layak untuk diwujudkan seberapa besarpun harga yang harus dibayar. Alexander Agung, Nelson Mandela atau bahkan Suekarno, semua memulai perjuangan besar mereka dengan satu hal ini. Demikian pula dengan tokoh-tokoh kemanusiaan seperti Bunda Teresa, Mahatma Gandi, atau Martin Luther King Jr. Semua sanggup melewati masa-masa sulit mereka karena keyakinan besar terhadap kebesaran dari perjuangan mereka. Nah, inilah juga yang harus kita lakukan kalau ingin menjadi seorang suruhan Tuhan yang berhasil. Kita harus sungguh-sungguh yakin bahwa Tuhan dan semua perintahNya adalah benar. Bahwa Tuhan kita itu hidup, baik dan lebih dari segala apapun di dunia ini. Jangan pernah meragukanNya, sekalipun di depan mata kenyataan sungguh terlihat tidak sama. Seperti Yeremia, tetaplah percaya kepada Tuhan. Orang fasik yang seharusnya dihukum Tuhan, memang kadang justru terlihat mujur dan enak hidupnya. Sementara itu, hidup orang-orang benar penuh dengan kemalangan. Para koruptor dan orang-orang yang membeci Tuhan juga terlihat demikian. Kita boleh mempertanyakan itu, namun, seperti yeremia, kita tetap tidak boleh kehilangan kepercayaan. Dalam ayat-ayat selanjutnya, Yeremia menegaskan imannya bahwa Tuhan tidak pernah salah.
Seorang sales yang tidak baik akan membohongi para pembeli tentang produk mereka. Mereka katakan itu produk yang baik yang layak untuk dibeli, sementara mereka sendiri sebenarnya tahu kalau produk itu tidak baik. Menjadi suruhan Tuhan tidaklah sama seperti sales semacam itu. Ketika kita diperintahkan untuk menjadi agen Tuhan bagi dunia, kita harus yakin dulu tentang siapa Tuhan yang akan kita beritakan itu. Hanya dengan begitu, kita akan menjadi seorang suruhan Tuhan yang berhasil. [th]

Bagi Allah Hingga Akhir

Bagi Allah Hingga Akhir

jeremiah-001Adalah Yeremia, seorang nabi dari Anatot, sebuah desa di dekat Yerusalem. Ia dipanggil menjadi nabi (+627 SM) pada masa Yosia menjadi raja Yehuda. Tetapi, tidaklah mudah untuk menjadi seorang nabi. Nabi diejek, dipenjarakan, dianiaya, dibuang, diancam, dan tak jarang harus berjuang sendiri. Yeremia sangat sadar tentang hal itu. Tidak heran jika ia mula-mula menolak panggilan-Nya.
Ketika akhirnya Yeremia menjalani peran sebagai nabi, tanpa segan menyampaikan ketidakberesan di negerinya. Ia menyerang para koruptor, mengritik kepura-puraan religius, membeberkan kemunafikan religius dan penindasan yang dilakukan para pemimpin masyarakat. Karena tindakan dan sepak terjangnya tersebut, Yeremia pun mengalami banyak hal: Ia dipenjarakan, diejek, dibuang dalam perigi, termasuk diancam akan dibunuh. Yeremia pun bergumul.
Seperti pengalaman Yeremia, tidak mudah menjadi orang yang menyatakan kebenaran, apalagi jika itu berarti harus menentang arus. Ketika penyelewengan dan ketidaktaatan berlangsung di sekitar kita, tak jarang kecenderungannya adalah kita pun ikut serta dalam arak-arakan ketidakbenaran itu. Karena, seperti kata pepatah Jawa: ora melu edan, ora ketuman (= tidak ikut serta, bakal tidak kebagian). Sungguh tidak mudah untuk bertahan dalam situasi seperti itu, apalagi jika harus menyuarakan kebenaran. Terlalu banyak alasan akan muncul dan menghalangi suara batin kita, termasuk alasan yang membenarkan keraguan dan ketidakmampuan kita untuk itu.
Bacaan Alkitab dalam Daily Scripture Reading LAI untuk Maret 2015 adalah Kitab Yeremia. Belajar dari nabi ini, pergumulan dan penderitaan tidak membuatnya sampai terpuruk. Ia memang mengalami masa-masa yang menantang. Ia ingin menangis, bahkan Yeremia bahkan mengutuki hari kelahirannya. Panggilannya sebagai nabi membawanya pada penderitaan. Terus bertekun dan setia memang ibarat perjalanan. Kelokan jalan dapat memperlambat dan batu-batunya bahkan bisa menghentikan perjalanan itu.
Tetapi, Yeremia membuktikan bahwa ia mampu melampaui semua tantangannya. Yeremia menemukan dukungan dan kegembiraan ketika ia berkomunikasi dengan Tuhan, ingatan akan penyertaan Tuhan menjaga jalannya, dan firman Tuhan memberinya kekuatan untuk tetap yakin dan setia hingga akhir. Kisah Yeremia mengajak kita untuk terus bertekun menyuarakan kebenaran, dan menjalaninya dengan tabah hingga akhir. Seperti Yeremia, biarlah kita juga selalu menemukan panggilan kita dan dapat terus berucap: “Apabila aku bertemu dengan perkataan-perkataan-Mu, maka aku menikmatinya; firman-Mu itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku, sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam” (Yeremia 15:16). [ngm]

Belajar Menaruh Harapan

Belajar Menaruh Harapan

img“Mengapa engkau tertekan hai, hai jiwaku?… Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, Penolongku dan Allahku!” (Mazmur 42:6).
Hati pemazmur remuk karena tidak dapat melakukan ziarahnya yang lazim ke Bait Suci. Bahkan dia selalu mendapat ejekan dari musuh-musuh yang tidak memiliki kerinduan kepada Allah, seperti yang dimilikinya. Malapetaka yang besar mendorong sang pemazmur untuk berseru dalam keluh kesahnya, “Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: ‘Dimana Allahmu?’ ” (Maz 42:4). Seluruh syair yang diucapkan oleh pemazmur ini menampilkan kerinduan dan harapan menjadi satu.
Dimana anda menaruh harapan ?
Ada saat dimana hidup tidak berjalan mulus seperti yang kita harapkan. Keadaan ini sering membuat kita mengalami kekecewaan, karena tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Penyebab utamanya adalah salah menaruh harapan. Saat kita menaruh harapan yang terlalu besar terhadap seseorang atau keadaan dan tidak sesuai dengan keinginan kita, serta tidak memberikan sesuatu seperti yang kita harapkan maka kita akan merasa kecewa. Namun disaat seperti itulah kita punya pilihan. Pilihan untuk menyalahkan orang lain, situasi, atau memilih untuk tidak menyalahkan siapa-siapa dan sadar bahwa perubahan hanya akan datang jika kita melakukan sesuatu selain mengeluh dan menyalahkan.
Berharap Kepada Tuhan
Seharusnya kekecewaan menolong kita untuk belajar supaya kita hanya menaruh dan menggantungkan semua harapan kepada Tuhan. Memang menaruh kepercayaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat tidak banyak mengubah hal itu. Sejujurnya tak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang menjanjikan bahwa kita bebas dari kesulitan karena kita adalah pengikut Kristus. Kenyataannya, beberapa penyakit tidak dapat disembuhkan. Bahkan ada yang diataranya bertambah parah. Namun, seluruh kekurangan dan kelemahan kita hanya bersifat sementara.
Kesadaran bahwa Allah menyediakan kebutuhan kita dapat memberikan senyum dalam hati kita. Pengharapan memberi ketenangan dan memampukan kita hidup dengan kekuatan batiniah.Karena kita tahu bahwa pada suatu saat nanti keadaan kita akan berubah secara dramatis  dari keadaan sekarang. Dasar dari berharap adalah tahu bahwa Allah itu penuh kemurahan dan kesetiaan, tahu bahwa di dalam berharap itulah iman kita menjadi lebih tinggi nilainya daripada sebelumnya, tahu bahwa Dia mendidik kita untuk lebih tahu diri dan tahu bagaimana caranya berdiri di hadapan-Nya.
Harapan di Minggu Adven
Minggu Adven adalah minggu pengharapan. Kita adalah umat Allah yang hidup dari pengharapan. Walaupun kenyataan hidup sulit atau penuh dengan penderitaan, kita tetap berharap kepada Allah. Tidak ada satu kondisipun di dunia ini atau di dalam diri kita yang boleh membuat kita putus asa dan kehilangan harapan. Karena harapan adalah kabar gembira bagi datangnya hari-hari baik. Tuhan Allah hidup dan setia. Dia berjanji akan datang untuk membebaskan dan memulihkan keadaan umat-Nya.
Minggu adven mengajak kita memperbaharui kehidupan kita. Yaitu pengharapan kepada Tuhan yang akan datang segera menolong dan membebaskan kita. Pengharapan itulah yang meneguhkan hati kita di tengah-tengah realitas kehidupan yang penuh dengan kekerasan, persaingan, ambisi, dan egoisme. Pada akhirnya pengharapan itu juga yang akan memberi kita kekuatan dan kegembiraan untuk tetap hidup sebagai manusia, yang taat kepada Allah dan mengasihi sesama.
Dengan merayakan minggu Adven ini marilah kita belajar menaruh harapan dan iman kepada Allah. Lilin Adven merupakan simbol pengharapan kita kepada Tuhan yang tidak pernah padam. [lm]

Mengandalkan Tuhan

Mengandalkan Tuhan

godwithusSeorang perempuan tua menceritakan tentang betapa senangnya dia hari itu karena dikunjungi oleh keluarganya. Meskipun sehari-hari dia hanya terbaring di tempat tidur karena lumpuh yang dideritanya beberapa tahun terakhir, tetapi keterbatasan itu tidak menghilangkan senyum di wajahnya. Ia justru mengajak keluarganya berdiskusi tentang situasi Indonesia terkini. Pikirannya tetap cemerlang dan ingatannya kuat akan berita-berita di televisi yang didengarnya. Ketika orang berkomentar bagaimana aktifnya dia mengikuti perkembangan berita, dia pun menjawab: saya berdoa biarlah saya tidak bisa berjalan tetapi tolong Tuhan jangan biarkan saya menjadi pikun. Dengan Tuhan sebagai andalannya dan sumber harapannya, ia bisa menjalani hari-harinya dengan damai. Keterbatasan yang dialaminya, tidak membuatnya mengubur diri dalam duka dan penyesalan diri.
Cerita perempuan tua tersebut bisa kita jadikan inspirasi. Ada banyak situasi di mana kita juga mengalami berbagai keterbatasan dalam beragam bentuk seperti kesehatan, kemampuan finansial, dan lain sebagainya. Kita sadar bahwa kita bukanlah manusia sempurna, tetapi seringkali kita lupa akan hal itu dan berlaku berlebihan. Kita kemudian mengandalkan diri sendiri, orang lain, kemampuan materi, kesehatan, maupun kepintaran. Hingga kemudian pada satu titik tertentu kita menyadari bahwa hal-hal tersebut dapat segera lenyap dan tidak bisa diandalkan. Perjalanan hidup terasa berat karena banyaknya tantangan ataupun derita.
Bila tantangan dan beban hidup yang kita rasakan semakin berat, mari kita mengingat Firman Tuhan yang menyatakan: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” Pernyataan Tuhan Yesus ini sesungguhnya dilatarbelakangi situasi ketika orang-orang dibebani dengan berbagai aturan/hukum ritualistik keagamaan secara berlebihan: Lakukan ini! Lakukan itu! Jangan begini! Jangan juga begitu! Lakukan hanya dengan cara ini! Yesus dengan jelas mengundang serta merangkul siapa saja yang berbeban berat karena kuk hukum tersebut. Ia berusaha membebaskan mereka. Tetapi bukan itu saja, Yesus bahkan berkata pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku. Apakah maksud perkataan ini? Apakah Yesus hendak menambah kuk yang lain?
Kita tahu ada dua macam kuk yang biasanya digunakan untuk bekerja yaitu kuk tunggal dan kuk ganda. Di satu sisi kuk bisa dipahami sebagai lambang kesediaan untuk taat dan mengikuti perintah Tuhan. Namun di sisi lain, kuk ini terutama kuk ganda, juga menjadi lambang saling berbagi. Jadi ketika Yesus berkata pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah pada-Ku, Ia juga memberi diri-Nya untuk ikut menanggung beban kita. Kita tak dibiarkan-Nya menanggung beban berat sendirian. Dengan demikian beban yang dipikul bersama menjadi tidak terlalu berat. Mari kita belajar untuk mengandalkan Tuhan. Sekalipun kehidupan yang kita jalani ini penuh dengan tantangan, janganlah kita takut dan kecil hati. Ingatlah Tuhan bersama kita. Ia mau menanggung beban bersama kita dan akan memberikan kelegaan kepada kita.[LM]

Pilihan Allah

Pilihan Allah

Keadaan bangsa Israel sesudah kematian Yosua sangat memprihatinkan. Mereka berbuat dosa sehingga Tuhan memberikan hukuman. Di dalam penderitaan mereka berteriak minta tolong, maka Tuhan menjawab doa mereka dengan mengutus hakim-hakim untuk memimpin dan melindungi mereka. Tetapi setelah hakim itu mati, mereka kembali melakukan apa yang jahat dimata Tuhan.
mu130525_good_bestAbimelekh adalah anak Gideon, seorang hakim Israel, dari gundiknya yang tinggal di Sikhem. Dalam Hakim-hakim 9, setelah Gideon meninggal, Abimelekh membujuk orang-orang Sikhem untuk mendukungnya menjadi pemimpin pengganti Gideon. Ia mengumpulkan petualang-petualang yang menjadi pengikutnya untuk membunuh semua saudara tirinya. Hanya Yotam, anak bungsu Gideon, yang berhasil bersembunyi dan lolos. Yotam mengecam penduduk Sikhem dan Abimelekh yang tidak memandang jasa Gideon, dan menyumpahi bahwa api akan memakan mereka. Abimelekh memerintah 3 tahun di Sikhem setelah kematian bapanya. Kemudian terjadi perpecahan antara Abimelekh dan penduduk Sikhem. Abimelekh membunuh penduduk Sikhem di ladang dan di kota. Selanjutnya Abimelekh menyerang kota Tebes untuk merebutnya. Abimelekh berusaha menerebos ke dalam menara kota untuk membakarnya, tetapi ketika ia masih di depan pintu menara, seorang perempuan menimpakan batu kilangan ke atas kepalanya sehingga pecah. Malu kalau dikatakan ia dibunuh oleh seorang perempuan, Abimelekh menyuruh bujang pembawa senjatanya untuk menghabisi nyawanya dengan pedang.
Tindakan Abimelekh sangat bertolak belakang dengan ayahnya yaitu Gideon yang sangat menghormati Allah, yang meskipun telah menjadi pemimpin atas Israel tidak mau memerintah sebagai raja. Baginya yang menjadi Raja atas Israel hanya Allah saja, tidak ada yang lain.
Dari cerita ini kita dapat menarik suatu kesimpulan tentang gagalnya Abimelekh sebagai raja. Bukan Allah yang memilih dan mengangkat Abimelekh melainkan dirinya sendiri. Seorang raja tidak mungkin kecuali kalau dipilih dan diangkat oleh Allah sendiri.
Terkadang kitapun sering salah dalam memilih (pasangan, pekerjaan, pemimpin, dll.), padahal untuk menetukan pilihan itu sudah ada standar atau kriteria yang Allah beritahukan lewat FirmanNya, tetapi tetap saja kita mengabaikannya. Tentu saja penyesalan akan menghampiri kita saat salah menentukan pilihan. Lewat kisah Abimelekh ini marilah kita belajar untuk lebih hati-hati dalam mentukan pilihan dan menjadikan FirmanNya sebagai pilihan utama dalam mengambil suatu keputusan. Pilihan manusia bisa saja salah tetapi pilihan Allah tepat. [lm]

Saturday, December 31, 2011

PELAYAN YANG RENDAH HATI

PELAYAN YANG RENDAH HATI
Kisah Para Rasul 20:19
Dengan segala kerendahan hati (tapeinophrosune, kesederhanaan) aku melayani (douleou, mengabdi kepada) Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan (peirasmos, nyala api siksaan; pembujukan) dari pihak (epiboule, komplotan) orang Yahudi yang mau membunuh aku.

Mengapakah seorang pelayan itu harus rendah hati?
Mikha 6:8       Merupakan tuntutan dari TUHAN: berlaku adil, mencintai kesetiaan, rendah hati.
Efesus 4:2      Karena suatu perintah: Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut (prautes, sifat/sikap lemah lembut, kerendah-hatian) dan sabar (makrothumia, berlapang hati, ketekunan, ketahanan). Tunjukkanlah kasihmu dengan saling membantu.
Kolose 3:12    Hukumnya wajib, yaitu wajib mengenakan: belas kasihan (splagchnon, kasih sayang, cinta karena belas kasihan dan rahmat Allah), kemurahan (oiktirmos, belas kasihan; splagchna oiktirmou, kemurahan yang mendalam/mesra), kerendahan hati (chrestotes etos, kebaikan hati), kelemah lembutan dan kesabaran.
I Petrus 3:8    Layak untuk dilakukan: Hendaklah kamu semua seia sekata (homophron, sependapat), seperasaan (sumpathes, sehati), mengasihi saudara-saudara seiman (philadelpos, mencintai sesama orang Kristen; sesama manusia), penyayang (eusplagchnos, murah hati, baik hati) dan rendah hati.

Apakah rendah hati itu?
Filipi 2:3         Kerendahan pikiran yang menganggap bahwa yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri; tanpa mencari kepentingan sendiri (epitheia, sikap suka berkelahi) atau puji-pujian yang sia-sia (kenodoxia, bualan, kemegahan kosong, kesombongan).
I Petrus 5:5    Orang yang tidak congkak (huperephanos, angkuh sombong)

Berkat Tuhan bagi orang yang rendah hati
Mazmur 22:27 Akan makan dan kenyang
Mazmur 25:9  Allah akan membimbing menurut hukum dan akan mengajarkan jalan-jalan-Nya.
Mazmur 34:3  Akan mendengar dan bersukacita karena jiwanya bermegah di dalam TUHAN.
Mazmur 37:11Akan mewarisi negeri & bergembira krn kesejahteraan yang berlimpah2.
Mazmur 69:33 Akan bersukacita karena hatinya hidup kembali.
Mazmur 149:4 Allah akan memahkotainya dengan keselamatan
Amsal 3:34     Dikasihi Allah, Yakobus 4:6.
Amsal 15:33   Mendatangkan kehormatan, 18:12, kebalikan dari tinggi hati yang mendatangkan kehancuran.
Amsal 22:4     Ganjarannya adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.
Amsal 29:23   Akan menerima pujian.
Yesaya 57:15 Akan bersemayam bersama Allah di tempat tinggi yang kudus, sehingga semangat hidupnya bangkit kembali.
Zefanya 2:3    Akan terlindung pada hari kemurkaan TUHAN.
Zefanya 3:12  Akan hidup dalam perlindungan TUHAN.
Matius 11:29  Jiwamu akan mendapatkan ketenangan (anapausis, perhentian).
II Korintus 7:6 Allah akan menghibur (parakaleo, mengatkan hati, menjawab dengan ramah)nya.
I Petrus 5:5    Allah akan memberikan anugerah-Nya kepada orang yang rendah hati.
I Petrus 5:6    Allah akan meninggikan (hupsoo, mengagungkan, mengangkat) tepat pada waktunya (kairo, saatnya, masanya, waktu yang baik; kesempatan).

Akibat bagi orang yang tidak mau rendah hati
Ayub 22:29     Allah akan merendahkannya.
Yehezkiel 21:26 �Yang rendah harus ditinggikan, yang tinggi harus direndahkan�
Matius 23:12  �Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan (tapeinos, dimiskinkan, dimurungkan; putus asa) dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.� (Lukas 14:11).
                                                                                                                           Oleh: Wawan Widjanarko